Ketiga:
Tidak Diperbolehkannya Seorang Muwahhid Mendatangi Dan Memenuhi Panggilan Orang Kafir Itu Bukan Berarti Ia Harus Melakukan Konfrontasi Bersenjata
Yang kita bahas ini adalah ketika seorang muwahhid dalam kondisi lemah dan sedikit kemampuannya. Sedangkan dalam kondisi semacam ini ia tidak wajib untuk berperang dan melakukan konfrontasi … Memang kami tahu bahwa di sana ada nash-nash yang bersifat umum yang menerangkan atas disyariatkannya berperang atau berjihad secara sendirian atau bersama beberapa ikhwan melawan orang-orang kafir. Dan hal itu menurut kami diperbolehkan dan disyariatkan, meskipun ketika tidak ada imam (pemimpim yang memimpin umat Islam), yang mana permasalahan ini telah kami bahas secara terperinci di dalam risalah kami yang berjudul Naz'ul Hussam. Akan tetapi dalam kasus seperti ini berlaku pertimbangan mafasid dan masholih syar'iyah (untung rugi menurut timbangan syar'i) …
Karena suatu perbuatan itu jika menimbulkan mafsadah dan kemungkaran yang lebih besar maka perbuatan tersebut tidak masyru' (disyariatkan) …
Sedangkan konfrontasi yang dapat mewujudkan kemaslahatan yang besar dan hakiki untuk Islam dan kaum muslimin, memerlukan persiapan yang serius, dan bukan muncul karena dipaksa oleh orang-orang kafir sementara mereka yang menentukan waktunya … karena seorang muslim yang cerdas hendaknya berbuat berdasarkan perencanaan dan persiapan yang dia buat … bukan malah terpancing dan terdorong oleh perencanaan musuh … hal ini jika seorang muwahhid tersebut termasuk orang yang menginginkan kemenangan yang hakiki dan besar untuk Islam, dan menyiapkan pertempuran yang dahsyat dengan thoghut … dan juga, jika ia termasuk orang yang berorientasi jihad dan perang, seperti aksi-aksi ightiyal (membunuh secara diam-diam) terhadap aimmatul kufri (para pentolan kekafiran) dan antek-anteknya … sesungguhnya orang semacam ini hendaknya berbagai serangannya terfokus dan terencana betul, jika ia ingin membuat pukulan yang semaksimal mungkin pada musuh-musuh Alloh. Atas dasar ini, hendaknya ia tidak terpancing oleh aksi-aksi musuh untuk melakukan konfrontasi tanpa perhitungan …
- Adapun orang yang berhujjah dengan kisah Abu Bashir yang memerangi orang-orang kafir, sementara dia bersama sekelompok kecil dari orang-orang beriman yang tertindas, yang melarikan diri dari bangsa Quraisy, hendaknya ia memperhatikan betul terhadap kasus yang ia jadikan hujjah tersebut, jika ia benar-benar hendak mencari kebenaran … karena sesungguhnya Abu Bashir yang memerangi dan menyergap kafilah-kafilah Quraisy itu tidak bergabung dengan Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dan Nabipun tidak pula bertanggungjawab dan dan tidak menanggung akibat-akibatnya … karena kelompok Abu Bashir tersebut tidak dianggap oleh orang-orang kafir sebagai bagian dari Jama'ah Islam … sehingga aksi-aksi mereka tidak menimbulkan hal-hal negatif, atau manimpakan mafsadah dan bahaya terhadap Jama'ah Islam, atau katakanlah terhadap dakwah … jika orang yang berhujjah dengan kisah tersebut memperhitungkan mafsadah dan mashlahah … maka hujjahnya itu dibenarkan dan tindakannya itu masyru' … Oleh karena itu tatkala Abu Bashir membunuh seseorang dari Bani 'Amir, di mana dia adalah salah satu dari dua orang yang dipasrahi kembali Abu Bashir oleh Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam untuk dikembalikan kepada bangsa Quraisy, bangsa Quraisy tidak menuntut diyat (denda) kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, atau menyalahkan beliau atas kejadian itu, atau mengganggu perjanjian sedikitpun. Karena tindakan-tindakan Abu Bashir ketika itu tidak dianggap sebagai bagian dari tindakan Jama'ah Islam, karena Abu Bashir belum masuk ke dalam kekuasaan dan hukum Jama'ah Islam. Oleh karena itu ia tidak wajib untuk mematuhi perjanjian yang terjalin antara Jama'ah Islam dengan Quraisy … Perhatikanlah baik-baik hal ini, karena tindakan-tindakan yang tanpa perhitungan dan tidak berdasarkan dalil syar'i itu akan mengakibatkan kebinasaan …
- Jika ada yang bertanya: Melawan agresor itu disyariatkan, sedangkan aksi semacam ini adalah masuk katagori ini … Kami jawab: Ya, jika telah dipastikan bahwa orang yang menyerang itu hendak membunuh atau menyakitimu atau membahayakan dirimu dengan tingkat bahaya yang menyakitkan. Ketika itu maka tidak ada pilihan lagi, dan yang lebih utama adalah melarikan diri atau membela diri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki …
- Akan tetapi harus diperhatikan pula bahwasanya tidak semua pencarian yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan antek-antek mereka itu masuk dalam katagori agresor yang hendak membunuhmu atau menyakitimu … Prinsipnya adalah meletakkan segala sesuatu itu sesuai dengan proporsinya yang benar dan menimbangnya dengan timbangan syar'i … dan tidak terpancing atau berreaksi berdasarkan semangat dan emosi yang tidak dikendalikan dengan timbangan syar'i. Dan masing-masing orang itu lebih mengetahui dengan kondisinya sendiri, kondisi dakwahnya dan kondisi ikhwan-ikhwannya … Hendaknya ia berhati-hati, meminta pertimbangan kepada ikhwan-ikhwannya dan beristikhoroh kepada Robbnya … karena tidak akan kecewa orang yang meminta pertimbangan, dan tidak akan menyesal orang yang beristikhoroh …
- Terakhir, apa yang kami terangkan di sini tidaklah bertentangan dengan firman Alloh ta'ala di dalam surat Al Ahzab, yang berbunyi:
قُل لَّن يَنفَعَكُمُ الْفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ وَإِذًا لاَّتُمَتَّعُونَ إِلاَّ قَلِيلاً
Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagi kalian, jika kalian melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kalian terhindar dari kematian) kalian tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja". (Al Ahzab: 16)
Engkau sendiri telah mengerti bahwa pembahasan kita ini adalah tentang larinya dan bersembunyinya seorang beriman dari orang-orang kafir ketika dalam kondisi lemah dan tidak memiliki kesiapan, pada waktu ia dicari oleh thoghut atau antek-anteknya … Adapun ayat tersebut adalah berbicara tentang perang pada saat jihad itu hukumnya fardlu 'ain, kemudian dua barisan telah saling berhadap-hadapan, maka melarikan diri dari medan perang ketika itu adalah dosa besar … Ayat itu sendiri turun berkenaan dengan orang-orang munafiq yang meminta ijin kepada Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam untuk tidak ikut perang pada perang Ahzab, ketika pasukan sekutu mengepung Madinah dan dua pasukan telah saling berhadapan …
يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَاهِيَ بِعَوْرَةٍ إِن يُرِيدُونَ إِلاَّ فِرَارًا
… mereka berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari. (Al Ahzab: 13)
1 komentar:
Semoga anda kena gempa dan mati
Posting Komentar