Kamis, 14 Mei 2009

Risalah Untuk Mereka Yang BURON TERTAWAN bag.5

Sya'ir Ibnul Qoyyim

Al 'Allamah Ibnul Qoyyim di dalam Nuniyah nya berkata:

يا قـاعدا سـارت به أنفاسـه سيـر البـريد وليـس بالذملان

حتى متى هذا الرقاد وقد سرى وفـد المحـبة مع ألي الإحسان

اصدع بأمر الله لا تخش الورى في الله واخـشاه تـفز في أمان

وانصـر كتاب الله والسنن التي جاءت عـن المبعـوث بالقرآن

واضرب بسـيف الله كل معطل ضرب المجـاهـد فوق كل بنان

واحمـل بعـزم الصدق حملة مخـلص متجـرد لله غير جبان

واثبت بصبرك تحت ألوية الهدى فإذا أصبت ففي رضى الرحمن

واجعـل كتـاب الله والسنن التي ثبـتت سـلاحك ثم صح بجنان

مـن ذا يبـارز فليقـدم نـفسه أو من يسـابق يبـد في الميدان

واصدع بما قال الرسول ولا تخف من قـلة الأنصـار والاعـوان

فـالله ناصـر دينـه وكتــابه واللـه كـاف عبـده بأمــان

لا تخـش من كيد العدو ومكرهم فـقـتـالهم بالكـذب والبهتان

فجـنود أتبـاع الرسـول ملائك وجنودهم فعـسـاكر الشيطان

شتـان بيـن العسكرين فمن يكن متحـيراً فـلينـظر الفـئـتان

واثبـت وقاتل تحت رايات الهدى واصبـر فنـصر الله ربك دان

فاللـه ناصـر دينـه وكتــابه ورسـوله بالعـلم والسـلطان

والحـق ركـن لا يقـوم لهـده أحـد ولـو جمعـت له الثقلان

وإذا تكـاثرت الخصوم وصيحوا فـاثـبت فصيحتهم كمثل دخان

يرقى إلى الأوج الرفـيع وبعـده يهوي إلى قعر الحضيض الداني

لا تخش كثرتهم فهم همج الورى وذبـابه أتخـاف من ذبـان

لا ترتـض بريـاسة البقـر التي رؤساؤها من جـملة الثـيران

وإذا همـو حملوا عليك فلا تكن فـزعـاً لحمـلتـهم ولا بجبان

واثبـت ولا تحـمل بلا جند فما هـذا بمحمود لـدى الشـجعان

هذا وإن قتال حزب الله بالأعمال لا بكـتـائـب الشـجــعان

واللـه ما فتحـوا البـلاد بكثرة أنا وأعـداهم بـلا حســبان

فـإذا رأيت عصابة الإسلام قـد وافـت عساكرها مع السلطان

فهناك فاخترق الصفوف ولا تكن بالعاجـز الواني ولا الفـزعان

والحـق منصـور وممتحن فلا تعجـب فهـذه سـنة الرحمن

وبـذاك يظـهر حزبه من حربه ولأجـل ذاك النـاس طائفتان

ولأجل ذاك الحـرب بين الرسل والكفار مذ قام الـورى سجلان

لكنـما العـقبى لأهـل الحق إن فاتـت هـنا كانت لدى الديان

Wahai orang yang duduk berpangku tangan, telah berjalan nafas-nafasnya …

… sebagaimana berjalannya surat yang berjalan tidak dengan pelan-pelan …

Sampai kapan engkau tidur, sementara telah berjalan …

… utusan cinta bersama orang-orang yang baik …

Sampaikanlah perintah Alloh secara terang-terangan, jangan takut manusia …

… dalam meniti jalan Alloh, dan takutlah Alloh niscaya engkau dapatkan keamanan …

Belalah kitab Alloh dan sunnah-sunnah yang …

… datang dari Nabi yang diutus dengan membawa Al Qur'an …

Tebaslah dengan pedang Alloh setiap orang yang membangkang …

Sebagaimana tebasan seorang mujahid pada kaki dan tangan musuh …

Seranglah dengan tekad yang kuat sebagaimana serangan …

… orang yang tulus dan ikhlas kepada Alloh, yang tidak pengecut …

Tetap teguhkah dengan sabar di bawah bendera kebenaran …

… karena jika engkau terluka, itu adalah dalam keridloan Alloh yang Maha pengasih …

Jadikanlah Kitabulloh dan sunnah-sunnah yang …

… shohih sebagai senjatamu kemudian selamatlah dengan syurga …

Siapakah yang berani bertarung silahkan mengorbankan dirinya …

… atau siapakah yang bertanding silahkan menampakkan diri di medan perang …

Sampaikanlah dengan terang-terangan apa yang dikatakan oleh Rosul, dan jangan takut …

… lantaran sedikitnya pendukung dan penolong …

Karena Alloh pasti membela agama dan kitab-Nya …

Dan Alloh akan mencukupi hamba-Nya dengan keamanan …

Jangan takut kepada tipu daya dan makar musuh …

… karena yang mereka andalkan dalam perang itu adalah dusta dan bohong …

Tentara para pengikut Rosul itu adalah malaikat …

Sedangkan tentara mereka adalah pasukan syetan …

Amatlah beda antara dua pasukan tersebut, maka barangsiapa …

… kebingungan, silahkan melihat kepada dua kelompok tersebut …

Tetaplah tegar dan berperanglah di bawah bendera kebenaran …

Dan bersabarlah, karena pertolongan Alloh itu dekat …

Karena Alloh itu menolong agama-Nya, kitab-Nya …

… dan Rosul-Nya dengan ilmu dan kekuatan …

Dan kebenaran itu adalah sebuah bangunan yang tidak akan dapat meruntuhkannya …

… seorangpun, meskipun seluruh bangsa jin dan manusia berkumpul …

Jika musuh itu banyak dan berteriak …

Tetaplah teguh karena teriakan mereka itu seperti asap …

Yang naik kepada ketinggian kemudian setelah itu …

… ia turun kepada titik yang sangat rendah …

Jangan takut kepada jumlah mereka yang banyak, karena mereka itu adalah nyamuk …

… dan lalat, apakah engkau takut kepada lalat …

Jangan mau dipimpin oleh sapi, yang mana …

… para pemimpinnya adalah golongan banteng …

Jika mereka menyerangmu, maka janganlah kamu …

… gundah dan takut terhadap serangan mereka …

Teguhlah dan janganlah menyerang tanpa pasukan karena …

… ini adalah tidak terpuji menurut para pemberani …

Dan sesungguhnya pasukan Alloh itu berperang dengan amalan …

… bukan dengan pasukan yang gagah berani …

Demi Alloh mereka tidaklah menaklukkan berbagai negeri dengan banyaknya jumlah …

… bagaimana mungkin sedangkan musuh mereka tidak terhitung …

Maka jika engkau melihat kelompok Islam …

… pasukannya telah datang bersama penguasa …

Meneroboslah ke tengah-tengah barisan, dan janganlah …

… bersama orang lemah yang tidak bersemangat, atau bersama orang yang takut …

Kebenaran itu akan ditolong dan diuji, maka jangan …

… heran karena ini adalah sunnatulloh …

Dengan begitu akan terpisah golongannya dari golongannya …

Dan oleh karena itulah manusia itu menjadi dua golongan …

Dan oleh karena itu pulalah para Rosul berperang dengan …

… orang-orang kafir, sejak adanya manusia …

Akan tetapi kesudahan itu adalah kemenangan bagi pengikut kebenaran, jika …

… di sana tidak didapatkan makan akan didapatkan di hadapan Alloh …

Al Hamdulillah selesai …

Ditulis oleh Abu Muhammad Al Maqdisi pada bulan Sya'ban 1414 H.

Risalah Untuk Mereka Yang BURON TERTAWAN bag.4

Penutup:

Jangan Kalian Takut Kepada Mereka Dan Takutlah Kepada-Ku Jika Kalian Beriman.

Sebuah Motifasi Untuk Tetap Teguh Di Atas Kebenaran Dan Anjuran Untuk Menyatakan Kebenaran Secara Terang-Terangan Dan Tidak Takut Kepada Antek-Antek Thoghut

Ketahuilah, sesungguhnya tetap teguh dalam mengucapkan kebenaran di hadapan antek-antek thoghut, dan memperdengarkannya kepada mereka apa yang mereka benci berupa tauhid, mencela sesembahan-sesembahan mereka dan baro' terhadap mereka dan terhadap para penyembah dan pendukungnya, itu adalah lebih baik bagi orang yang ingin menjadi pembela din Alloh ta'ala dan menjadi golongon Thoifah Manshuroh yang tegak melaksanakan din Alloh ta'ala, yang tidak perduli dengan orang-orang yang memusuhi mereka serta orang-orang yang enggan menolong mereka, sampai datang keputusan Alloh ta'ala sedangkan mereka tetap seperti itu … Namun mesti diingat bahwa yang tengah kita bahas ini adalah tentang dakwah dan tauhid … dan bukan memberikan pengakuan tentang program secara detail, nama-nama ikhwan dan berbagai persoalan yang akan membahayakan ikhwan-ikhwan yang lain … Mungkin akan ada yang mengatakan bahwa penyidikan itu bukan tempat untuk menyampaikan kebenaran secara terang-terangan, karena ketika itu antek-antek thoghut itu tidak ingin mengetahui dan mencari kebenaran, yang mereka inginkan dari keteranganmu mengenai pandangan dan aqidahmu itu adalah untuk mengadili dan menghakimimu … Maka kami jawab: Memang benar, tapi meskipun demikian, bisa jadi kebenaran yang kita sampaikan itu akan berkesan di dalam jiwa salah seorang di antara mereka dan menggoncangnya sehingga masuk ke dalam hatinya … Yang jelas, bagaimanapun waktu penyidikan itu kondisinya masing-masing orang berbeda …

- Maka jika orang yang tertawan itu memandang dirinya adalah orang yang lemah dan tidak akan mampu bersabar terhadap dampak-dampak yang akan timbul akibat jika dia menyampaikan kebenaran secara terang-terangan, maka dia boleh menyembunyikan keyakinannya dan bersikap taqiyah terhadap mereka, dengan syarat ia tidak mengucapkan kata-kata kafir secara jelas dengan tanpa ada ikroh yang hakiki. Karena banyak orang yang terlalu longgar dalam memberikan rukhshoh pada permasalahan ini, juga mengucapkan kata-kata kafir dengan alasan tertindas dan lemah padahal ia tidak dipaksa ataupun dipukul ataupun disakiti agar mengucapkan kata-kata tersebut … Selain itu ia juga masih bisa mengucapkannya dengan kata-kata kiasan, atau memberikan jawaban dalam bentuk pertanyaan, atau mengaku tidak mengerti, atau beralasan takut berfatwa, atau pura-pura hati-hati dalam mengucapkan kata-kata tentang agama Alloh tanpa berlandaskan ilmu. Saya katakan; Sesungguhnya ini semua dapat dilakukan untuk mengelak dari mengucapkan kata-kata batil dan kafir secara terang-terangan, atau mencampur adukkan kebenaran, atau menunjukkan sikap ridlo kepada kekafiran-kekafiran mereka dan kepada sesembahan-sesembahan batil mereka dengan tanpa ada ikroh. Di dalam hadits disebutkan:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ

Barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari akhir hendaklah berkata baik atau diam.

Yang jelas bagaimanapun keadaannya … yang terjadi di banyak negara, mereka tidak perduli dengan apa yang menjadi keyakinanmu atau yang engkau katakan dan apa yang engkau sampaikan kepada para penyidik, sebagaimana mereka tidak perduli dengan apa yang engkau katakan di jalan atau di masjid dan dihadapan orang banyak, berupa celaan terhadap thoghut dan hasungan untuk itu … Di sebagian negara lagi, tidak akan membahayakanmu apa yang engkau katakan di hadapan para penyidik kecuali setelah engkau menandatangani berita acara penyidikan (BAP). Dalam kondisi semacam ini seorang muwahhid bisa mengucapkaan dan menyampaikan kebenaran secara terang-terangan, dengan tidak menandatangai berita acara penyidikan (BAP). Bisa juga seorang muwahhid menyebut thoghut secara umum dan tidak menyebut namanya secara spesifik. Maka kata-kata yang cocok untuk setiap tempat itu berbeda-beda dan setiap negara itu memiliki kondisi yang berbeda-beda … maka seorang muwahhidlah yang menentukan mana yang sesuai … Akan tetapi sebaiknya bagi seorang muwahhid, khususnya jika ia dikenal sebagai seorang da'i dan menyampaikan kebenaran … hendaknya dia tetap teguh di hadapan thoghut meskipun ia dipukul atau disakiti, apapun yang dikatakan oleh thoghut dan antek-anteknya kepadanya … karena dia bukanlah orang yang pertama kali yang menempuh jalan mulia yang seperti ini, dan bukan pula orang yang terakhir … sebelum mereka, jalan tersebut telah dilalui oleh para Nabi dan para Syuhada' … Berapa banyak Rosul yang disakiti sampai-sampai di antara mereka ada yang terbunuh, demikian pula orang-orang sholih yang mengikuti mereka, mereka diangkat di atas papan lalu digergaji, namun hal itu malah semakin menambah iman dan keyakinan mereka1. Di dalam hadits shohih disebutkan bahwasanya Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَة وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ فَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ

Pemuka paraSyuhada' adalah Hamzah, dan seorang yang bangkit kepada pemimpin yang dholim kemudian dia beramar ma'ruf dan nahi munkar lalu ia dibunuh oleh pemimpin tersebut.

Oleh karena itu, jangan sampai engkau berusaha menyenangkan orang dengan kemurkaan Alloh, akan tetapi buatlah manusian murka dalam rangka mencari ridlo Alloh, nisacaya engkau akan menaklukkan dan menguasai hati manusia, dan Alloh akan menanamkan rasa takut kepadamu di dada mereka … hal itu telah dicoba oleh ikhwan-ikhwan muwahhidin kita pada saat-saat yang menakutkan, dan ternyata hal itu malah menjadikan mereka semakin dihormati, disegani dan ditakuti oleh musuh-musuh Alloh … Imam Ahmad dan lainnya telah meriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwasanya Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ لاَ يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ رَهْبَةُ النَّاسِ أَنْ يَقُوْلَ بِحَقٍّ إِذَا رَآهُ أَوْ شَهِدَهُ فَإِنَّهُ لاَ يُقَرِّبُ مِنْ أَجَلٍ وَلاَ يُبَاعِدُ مِنْ رِزْقٍ أَنْ يَقُوْلَ بِحَقٍّ أَوْ يُذَكِّرُ بِعَظِيْمٍ

Ingatlah! Janganlah sekali-kali ketakutan kalian kepada orang itu menghalangi kalian untuk berkata yang benar, jika ia melihatnya atau menyaksikannya. Karena dengan mengatakan yang benar atau menasehati orang besar itu tidak dapat memperpendek ajal, atau menjauhkan rizki.

Kemudian jangan lupa wahai saudaraku muwahhid. Sesungguhnya sikap-sikap yang seperti ini akan disaksikan oleh para Malaikat, dan akan dilihat, didengar dan ditulis oleh Alloh ta'ala. Maka buatlah catatan untuk dirimu sendiri sebuah sikap yang dapat menjauhkan dirimu dari musuh-musuh Alloh dan mendekatkanmu kepada Robbmu, serta dapat engkau banggakan pada hari di mana tidak ada manfaatnya harta dan anak, kecuali orang yang datang kepada Alloh dengan hati yang bersih …

وَتِلْكَ حُرُوْبٌ مَنْ يَغِبْ عَنْ غِمَارِهَا لِيَسْلَمَ يقرع بَعْدَهَا سنة نَادِم

Dan itu adalah berbagai peperangan, yang mana barangsiapa tidak terjun ke dalamnya …

… dengan tujuan menyelamatkan diri, setelah itu ia akan digoncang dengan masa-masa penyesalan …

Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh di dalam kitabnya yang berjudul Ighotsatul Lahfan berkata: "Di antara tipu daya musuh Alloh ta'ala adalah: ia menakut-nakuti orang-orang beriman terhadap bala tentara dan antek-anteknya; sehingga kalau sudah takut, orang-orang beriman tidak akan lagi berjihad melawan mereka, tidak menyuruh mereka berbuat ma'ruf dan tidak melarang mereka berbuat munkar. Dan ini adalah termasuk tipu daya musuh yang paling besar terhadap orang-orang beriman. Dan Alloh ta'ala pun telah memberitakan kepada kita tentang hal ini, dalam firman-Nya yang berbunyi:

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَائَهُ فَلاَ تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

Sesungguhnya dia itu adalah syetan yang menakut-nakuti para pengikutnya. Maka janganlah takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku jika kalian beriman. (Ali 'Imron)

Menurut seluruh ahli tafsir, yang dimaksud ayat tersebut adalah menakut-nakuti kalian terhadap pengikut-pengikutnya. Qotadah berkata: Menampakkan mereka itu besar di dada kalian. Oleh karena itu Alloh ta'ala berfirman:

فَلاَ تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku jika kalian beriman.

Dan jika iman seseorang itu kuat, akan hilang dari hatinya rasa takutnya terhadap para pengikut syetan. Dan jika imannya lemah, akan menguatlah rasa takutnya kepada mereka." Sampai di sini perkataan Ibnul Qoyyim.

Ya, karena sesungguhnya rasa takut kepada Alloh ta'ala itu telah memenuhi hati seseorang, maka tidak akan ada lagi tempat untuk rasa takut kepada yang lain-Nya … dan apabila seorang hamba itu merasakan keagungan Alloh ta'ala dan bahwasanya Alloh itu memiliki kekuatan yang sangat dahsyat, yang Maha berkuasa, Maha Perkasa, Maka Kuasa, Maha Sombong, Yang memegang ubun-ubun seluruh manusia, dan juga merasakan akan kebersamaan Alloh, pasti seluruh kekuatan bumi itu akan menjadi remeh dan kecil di dalam hatinya dan ia tidak akan menghiraukannya … Dan jika tawakal dan keyakinan itu telah menancap di dalam hati, dan telah memahami bahwa apa yang tidak ditaqdirkan untuknya itu tidak akan menimpanya dan apa yang telah ditaqdirkan untuknya itu tidak akan meleset darinya, dan bahwa seandainya seluruh jin dan manusia berkumpul untuk mencelakakannya, mereka tidak akan dapat mencelakakannya kecuali dengan sesuatu yang Alloh telah tetapkan dia akan celaka dengannya; pasti Alloh akan teguhkan dan mantapkan hatinya. Dan meskipun seluruh kekuatan bumi berkumpul tentu mereka tidak akan dapat menggesernya dari jalannya, dan tidak pula dapat mencabut aqidahnya yang benar, dan tidak menambah sedikitpun kecuali keimanan dan ketundukan kepada Alloh …

الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاَتِ اللهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلاَ يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلاَّ اللهَ وَكَفَى بِاللهِ حَسِيبًا

…(yaitu) orang-orang yang menyapaikan risalah-risalah Alloh, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang(pun) selain kepada Alloh. Dan cukuplah Alloh sebagai Pembuat Perhitungan. (Al Ahzab: 39)

Dan di antara cara Thoghut dan musuh-musuh Allh ta'ala dalam berperang melawan orang-orang beriman adalah menakut-nakuti dan menteror, yang mana cara ini mereka warisi dari imam mereka yang pertama yaitu Iblis … Maka, sebagaimana Iblis --- semoga Alloh ta'ala melaknatnya --- senantiasa berusaha untuk membikin besar para pengikutnya dalam jiwa orang beriman, menakut-nakuti orang beriman tersebut terhadap para pengikunya supaya dapat memalingkannya dari jalan yang benar … demikian pula yang dilakukan oleh musuh-musuh Alloh. Mereka berusah menampakkan kekuatan mereka dan membanggakan kelompok, pasukan, persenjataan, sarana-sarana penyiksaan, perangkat keamanan dan inteligen mereka, dan mereka sering-sering memuji dan membesar-besarkannya, bahwasanya semua yang mereka miliki itu meliputi dan mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam negeri baik yang kecil maupun yang besar … dan bahwasanya itu semua … dan bahwasanya itu semua … dst. Sebagaimana yang telah Alloh ta'ala beritakan di dalam Al Qur'an tentang mereka, dalam firman-Nya:

وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِن دُونِهِ وَمَن يُضْلِلِ اللهُ فَمَالَهُ مِنْ هَادٍ

Dan mereka menakut-nakuti kamu dengan yang selain Alloh? Dan siapa yang disesatkan Alloh maka tidak seorangpun pemberi petunjuk baginya. (Az Zumar: 36)

Cara-cara semacam ini tidak akan berguna kecuali terhadap orang-orang yang imannya lemah, yang rasa takut dan pengagungannya terhadap Alloh belum menancap di dalam hatinya. Sehingga rasa takut mereka kepada manusia melebihi rasa takut mereka kepada Alloh ta'ala … mereka ini sangat membahayakan orang-orang beriman karena mereka akan menyebarkan kata-kata yang melemahkan semangat dalam barisan Islam, maka hendaknya mereka-mereka ini dijauhkan dari posisi-posisi yang berpengaruh, dan hendaknya tidak menghitung mereka atau tertipu dengan mereka ketika menghitung barisan … Alloh ta'ala berfirman mengenai orang-orang yang seperti mereka ini:

لَوْ خَرَجُوا فِيكُم مَّازَادُوكُمْ إِلاَّ خَبَالاً وَلأَوْضَعُوا خِلاَلَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ

Jika mereka berangkat bersama-sama kalian, niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisan kalian, untuk mengadakan kekacauan di antara kalian; sedang di antara kalian ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. (At Taubah: 47)

Karena usaha-usaha melemahkan semangat, yang muncul pada kondisi-kondisi kritis seperti ini dangatlah berdampak pada jiwa. Sebab dalam kondisi semacam ini jiwa itu sangat memerlukan orang yang memberikan dorongan agar tetap teguh dan menegarkan hati, dengan cara mengingatkan kembali sikap para mujahidin dan para ulama' robbaniyin yang berjuang untuk Islam … Oleh karena itu Alloh ta'ala mencela usaha-usaha melemahkan semangat yang dilakukan pada kondisi-kondisi semacam ini. Alloh ta'a berfirman:

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرُُ مِّنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِى اْلأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan seandainya mereka menyerahkan berita tersebut kepada Rosul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rosul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Alloh kepada kalian, tentulah kalian mengikut syaitan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian). (An Nisa': 83)

Sesungguhnya situasi semacam ini adalah situasi yang besar yang dengannya Alloh uji hamba-hamba-Nya, untuk menyaring barisan mereka sehingga yang jelek terpisahkan dari yang baik … Setelah Alloh ta'ala berfirman:

إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَائَهُ فَلاَ تَخَافُوْهُمْ

Sesungguhnya dia itu adalah syetan yang menakut-nakuti para pengikutnya. Maka janganlah kalian takut kepada mereka ... (Ali 'Imron)

… setelah itu Alloh ta'ala berfirman:

مَا كَانَ اللهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيْزَ الْخَبِيْثَ مِنَ الطَّيِّبِ

Alloh tidak akan membiarkan orang-orang beriman sebagaimana keadaan kalian sekarang, sampai Alloh memisahkan yang jelek dari yang baik …

Maka, orang-orang beriman yang membuktikan janji mereka kepada Alloh tidak akan terpengaruh dengan cara-cara thoghut semacam ini. Cara-cara semacam ini juga tidak akan merubah atau menggeser sikap mereka, bahkan cara-cara semacam ini hanya akan menambah keimanan dan keteguhan.

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيْمَاناً وَقَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْل * فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْءٌ وَاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ * إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَائَهُ فَلاَ تَخَافُوْهُمْ وَخَافُوْنِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ

Yaitu orang-orang yang mana dikatakan kepada mereka oleh manusia: Sesungguhnya semua orang telah berkumpul untuk menyerang kalian maka takutlah kalian kepada mereka. Maka hal itu menambah keimanan mereka, dan mereka mengatakan: Cukuplah Alloh bagi kami dan Alloh adalah sebaik-baik yang mencukupi. Maka merekapun kembali dengan membawa nikmat dan karunia dari Alloh, mereka tidak tersentuh oleh keburukan dan mereka mengikuti apa yang diridloi Alloh. Dan Alloh itu memiliki karunia yang sangat besar. Sesungguhnya dia itu adalah syetan yang menakut-nakuti para pengikutnya. Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku jika kalian beriman. (Ali 'Imron)

Sebelum itu Alloh ta'ala telah menyebutkan sikap-sikap yang dilakukan oleh orang-orang munafiq dalam usaha mereka untuk melemahkan semangat dan menakut-nakuti orang-orang beriman, dan Alloh pun membantah perkataan mereka dalam hal ini:

اَلَّذِيْنَ قَالُوْا ِلإِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوْا لَوْ أَطَاعُوْنَا مَا قُتِلُوْا قُلْ فَادْرَؤُا عَنْ أَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ

Yaitu orang-orang yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka, dan mereka hanya duduk-duduk saja: Seandainya mereka menurut kepada kami tentu mereka tidak akan terbunuh. Katakanlah: Hindarkanlah diri kalian dari kematian jika kalian benar.

Setelah itu Alloh ta'ala menerangkan kedudukan para syuhada' yang telah menepati janji mereka terhadap Alloh, supaya orang-orang beriman mengetahui jalan yang mereka tempuh dan supaya mereka menyenangi dan mencintai kedudukan yang mereka capai … Alloh ta'ala berfirman:

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ

Dan janganlah sekali-kali engkau mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Alloh itu mati, akan tetapi mereka itu hidup di sisi Robb mereka dengan mendapatkan rizqi.

… sampai:

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيْمَاناً وَقَالُوْا حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْل

Yaitu orang-orang yang mana dikatakan kepada mereka oleh manusia: Sesungguhnya semua orang telah berkumpul untuk menyerang kalian maka takutlah kalian kepada mereka. Maka hal itu menambah keimanan mereka, dan mereka mengatakan: Cukuplah Alloh bagi kami dan Alloh adalah sebaik-baik yang mencukupi.

Alloh ta'ala juga memberikan petunjuk kepada Nabi-Nya shollallohu 'alaihi wa sallam agar mengucapkan sebuah perkataan, setelah Alloh ta'ala berfirman:

وَيُخَوِّفُوْنَكَ بِالَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهِ

Dan mereka menakut-nakutimu dengan yang selain-Nya.

Setelah itu Alloh memerintahkan:

قُلْ حَسْبِيَ اللهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُوْنَ

Katakanlah: Alloh yang mencukupiku dan hanya kepada-Nyalah hendaknya orang-orang itu bertawakal. (Az Zumar)

Apabila semua orang yang ada di jagad raya ini adalah masuk dalam katagori selain Alloh yang hanya kepada-Nya orang-orang itu bertawakal … termasuk juga segala sesuatu yang diancamkan oleh orang-orang musyrik untuk menakut-nakuti orang-orang beriman … jika mereka semua itu adalah termasuk dalam katagori selain Alloh ta'ala, bagaimana seorang mukmin yang bertawakal hanya kepada Alloh ta'ala yang Maha Perkasa lagi Maka Berkuasa dengan tawakal yang sebenar-benarnya, akan takut kepada mereka semua … Dan sesungguhnya kita ini memiliki teladan dari sejarah … sementara teladan yang paling baik adalah para Nabi dalam menghadapi kaum mereka. Lihat dan perhatikanlah bagaimana sikap mereka terhadap kaum mereka yang sombong. Bagaimana kaum mereka itu menakut-nakuti mereka dengan sesembahan-sesembahan mereka, dan mengancam mereka dengan kekuatan dan banyaknya jumlah mereka … Lalu lihatlah pada sisi yang lain, bagaimana para Nabi itu tetap teguh dan tegar. Minumlah dari sejarah mereka tersebut dari sumbernya yang jernih, sungguh di sana terdapat bekal … segala macam bekal …

- Sebagai contoh lihatlah Nabi Nuh pada zaman dahulu. Dengarkanlah ketika ia berbicara kepada kaumnya sendirian, namun beliau merasakan kebersamaan Alloh, yang ia bertawakal kepada-Nya, dan ia rasakan keagungan-Nya … beliau berbicara kepada mereka sementara beliau tidak takut kepada kekuasaan dan kedholiman mereka. Beliau mengatakan:

إِن كَانَ كَبُرَ عَلَيْكُم مَّقَامِي وَتَذْكِيرِي بِئَايَاتِ اللهِ فَعَلَى اللِه تَوَكَّلْتُ فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَآءَكُمْ ثُمَّ لاَيَكُنْ أَمْرُكُمْ عَلَيْكُمْ غُمَّةً ثُمَّ اقْضُوا إِلَىَّ وَلاَتُنظِرُونِ

" … jika terasa berat bagi kalian tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepada kalian) dengan ayat-ayat Alloh, maka hanya kepada Alloh-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusan kalian dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutu kalian (untuk membinasakanku). Kemudian janganlah keputusan kalian itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. " (Yunus: 71)

Bulatkanlah keputusan kalian dan kumpulkanlah seluruh kekuatan dan kekuasaan yang kalian miliki bersama sekutu-sekutu kalian yang kalian banggakan. Kemudian lakukanlah semau kalian dengan tanpa memberi tangguh lagi kepadaku … Beliau mengatakan seperti itu bukan tanpa pertimbangan atau hanya terdorong kesemangatan dan perasaan yang membabi-buta, yang akan segera sirna dan padam … akan tetapi beliau mengatakan dengan penuh keyakinan bahwa ia bersama kekuatan yang tidak terkalahkan, ia yakin bahwa Alloh ta'ala bersamanya … dan mereka tidak akan mampu berbuat jahat kepada dirinya selama ia bertawakal kepada Alloh dan berpegang teguh denga tali-Nya yang kokoh, kecuali jika Alloh menghendaki. Namun jika Alloh menghendaki mereka dapat berbuat jahat kepada dirinya, hal itu bukan berarti Alloh menterlantarkan hamba-Nya, akan tetapi hal itu adalah sebuah ujian, cobaan dan penyaringan …

- Lihatlah Nabi Hud 'alaihis salam, bagaimana beliau menghadapi kaumnya secara sendirian, sementara mereka adalah orang-orang yang paling kuat dan paling kejam dimuka bumi ini. Mereka menakut-nakuti beliau dengan sekutu-sekutu dan sesembahan-sesembahan mereka yang palsu yang mereka agungkan. Mereka mengatakan:

إِن نَّقُولُ إِلاَّ اعْتَرَاكَ بَعْضُ ءَالِهَتِنَا بِسُوءٍ

Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu." (Hud: 54)

Dengan bertawakal kepada Alloh beliau berdiri dihadapan mereka dengan tegar setegar gunung atau lebih tegar lagi. Dan beliau mengucapkan kata-kata seorang yang beriman yang tidak takut kepada siapapun kecuali Alloh:

إِنِّي أُشْهِدُ اللهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِّمَّا تُشْرِكُونَ مِن دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لاَتُنظِرُونِ إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَّامِن دَابَّةٍ إِلاَّهُوَ ءَاخِذٌ بِنَاصِيَتِهَآ إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

"Sesungguhnya aku persaksikan kepada Alloh, dan saksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu daya kalian semuanya terhadapku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Alloh Tuhanku dan Tuhan kalian. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus." (Hud: 54-56)

- Perhatikan pula sikap Nabi Ibrohim kholilur rohman, ketika beliau berdialog dengan kaumnya, beliau menghadapi mereka dan menyampaikan kepada mereka bahwa beliau tidak perduli dengan mereka dan dengan tuhan-tuhan palsu mereka, yang mana mereka menakut-nakuti beliau dengan tuhan-tuhan tersebut … karena keamanan, ketenangan dan keteguhan itu adalah bagi para pembela Alloh yang benar-benar mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya … Sementara itu orang-orang musyrik, bagaimana mereka akan mendapatkan keamanan dan ketenangan, sedangkan mereka menyekutukan Alloh yang mana perbuatan tersebut Alloh tidak menurunkan keterangan tentangnya. Justru bagi mereka itu tidak ada lain kecuali ketakutan, kegundahan dan keterlantaran …

وَحَاجَّهُ قَوْمُهُ قَالَ أَتُحَاجُّوْنِّيْ بِاللهِ وَقَدْ هَدَانِيْ وَلاَ أَخَافُ مَا تُشْرِكُوْنَ بِهِ إِلاَّ أَنْ يَشَاءَ رَبِّي شَيْئًا وَسِعَ رَبِّي كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا أَفَلاَ تَتَذَكَّرُوْنَ * وَكَيْفَ أَخَافُ مَا أَشْرَكْتُمْ؟؟ وَلاَ تَخَافُوْنَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ بِاللهِ مَالَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا؟؟؟ فَأَيُّ الْفَرِيْقَيْنِ أَحَقُّ بْاْلأَمْنِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ؟؟؟

Dan kaumnya membantahnya. Ia berkata: Apakah kalian membantahku tentang Alloh sementara Alloh telah memberi petunjuk kepada-Ku. Dan aku tidak takut kepada apa yang kalian jadikan sekutu-sekutu bagi Alloh itu, kecuali jika Robbku menghendaki sesuatu. Robbku itu ilmu-Nya mencakupi segala sesuatu. Tidakkah kalian mengambil pelajaran. Dan bagaimana aku takut kepada apa yang kalian sekutukan?? Sementara kalian tidak takut menyekutukan Alloh yang mana hal itu Alloh tidak menurunkan keterangan??? Lalu kelompok manakah yang paling berhak untuk mendapatkan keamanan jika kalian mengetahui??? (Al An'am)

Lalu jawabannya menyusul dengan tegas dan jelas, yang memekakkan telinga mereka sebagaimana halilintar:

اَلَّذِيْنَ آمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْا إِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ ْالأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُوْنَ

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kedholiman (kemusyrikan), mereka itulah yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah yang mendapatkan petunjuk. (Al An'am)

- Lihatlah pula kepada Nabi Musa kalimulloh ketika dalam situasi yang paling berat ujian dan cobaannya. Beliau telah terkejar oleh Fir'an dengan bala pasukan, kekuatan dan persenjataannya. Yang mana mereka pada waktu itu adalah para pemuka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Sedangkan Musa 'alaihis salam bersama sedikit orang yang tertindas, yang tidak memiliki kekuatan dan persenjataan. Mereka lari menyelamatkan iman mereka dari Thoghut, namun mereka terhalang oleh laut dan tidak ada lagi jalan … maka berkatakalah para pengikutnya, tatkala mereka melihat Fir'an datang dengan membawa kekuatan, pasukan dan kekuasaannya:

إِنَّا لَمُدْرَكُوْنَ

… kita benar-benar terkejar…

Akan tetapi Musa, dalam kondisi yang sangat berat, genting dan menentukan itu, menjawab dengan dengan penuh tawakal, yakin dan ketegaran yang tidak tidak kalah dengan keteguhan gunung yang tinggi dan kokoh:

كَلاَّ .. إِنَّ مَعِيْ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ

Sekali-kali tidak … sesungguhnya Robbku bersamaku dan akan memberi petunjuk kepadaku

Lalu apa hasil dari perasaan akan kebersamaan Alloh ta'ala dan keteguhan serta tawakal tersebut …

فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوْسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فرق كَالطَّوْدِ اْلعَظِيْمِ * وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ اْلآخَرِيْنَ * وَأَنْجَيْنَا مُوْسَى وَمَنْ مَعَهُ أَجْمَعِيْنَ * ثُمَّ أَغْرَقْنَا اْلآخَرِيْنَ * إِنَّ فِيْ ذَلِكَ لَآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُؤْمِنِيْنَ * وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيْزُ الرَّحِيْمُ

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain . Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar (mukjizat) akan tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (AsySyu'aro': 63-68)

- Lihat pula kepada para tukang sihir Fir'aun, setelah keimanan itu menancap di dalam hati mereka. Bagaimana mereka tidak takut terhadap ancaman dan gertakan thoghut kepada mereka, yang mengancam akan menyiksa dengan siksaan yang pedih. Ia berkata:

قَالَ ءَامَنتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ ءَاذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُم مِّنْ خِلاَفٍ وَلأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عذاباً

Berkata Fir'aun: "Apakah kalian telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepada kalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpin kalian yang mengajarkan sihir kepada kalian. Maka sungguh aku akan memotong tangan dan kaki kalian secara bersilang, dan sesungguhnya aku akan menyalib kalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kalian akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya". (Thoha: 71)

Dengarkanlah bagaimana para tukang sihir itu menjawabnya dengan penuh kekuatan, keteguhan dan tawakal yang besar terhadap Alloh yang Maha Esa dan Maha Perkasa. Kekuatan dan siksaan Fir'aun yang ia ancamkan kepada mereka tidak menjadikan mereka gentar, dan kekuasaannya yang menyeramkan itu tidak menjadikan mereka gelisah … Karena di dalam hati mereka telah tertanam keimanan bahwa Alloh lah yang memiliki kekuatan yang dahsyat, dan bahwa siksaan-Nya lah yang maha pedih dan kekal … dan bahwasanya Alloh ta'ala lah yang memiliki kekuasaan yang abadi … Bagaimana bisa dibandingkan antara kekuatan Pencipta dengan kekuatan makhluq, antara siksaan Raja dengan siksaan hamba, dan antara kekuasaan yang Maha Perkasa dengan kekuasaan orang-orang lemah dan hina … Dahulu para tukang sihir itu membangga-banggakan keperkasaan thoghut dan melaksanakan perintahnya. Akan tetapi keimanan terhadap Alloh ta'ala lah yang telah membuat mu'jizat tatkala mereka berdiri tegap menentang thoghut tersebut dengan tegas dan tanpa rasa takut atau gentar:

قَالُوا لَن نُّؤْثِرَكَ عَلَى مَاجَآءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَاأَنتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَآ إِنَّآ ءَامَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرْ لَنَا خَطَايَانَا وَمَآأَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَاللهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mukjizat), yang telah datang kepada kami dan dari Tuhan yang telah menciptakan kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Alloh lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)". (Thoha: 72-73)

Dan masih banyak lagi contoh yang lain.

Dan sungguh pada Sang Nabi dan Rosul penutup, benar-benar ada contoh yang paling baik dalam masalah ini … Coba perhatikan hadits yang dikisahkan 'Amr bin Al 'Ash dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan yang lainnya dengan isnad shohih … Perhatikanlah bagaimana sikap beliau ketika beliau berdiri di hadapan orang-orang kafir di Mekah, sedangkan mereka mengepung beliau pada suatu periode di mana Islam masih lemah. Salah seorang di antara mereka memegang sorban beliau, sementara yang lainnya bertanya kepada beliau:

أَنْتَ الَّذِيْ تَقُوْلُ كَذَا وَكَذَا

"Apakah engkau yang mengatakan begini dan begini?"

Yaitu tatkala mereka mendengar bahwa beliau mencela sesembahan dan agama mereka … Maka beliau shollallohu 'alaihi wa sallam menjawab dengan tegas dan jelas, dan dengan tanpa takut atau gentar:

نَعَمْ، أَنَا الَّذِيْ أَقُوْلُ ذَلِكَ

Ya, akulah yang mengatakan seperti itu.

Dan sebelum itu beliau mengatakan kepada mereka:

تَسْمَعُوْنَ يَا مَعْشَرَ قُرَيْشٍ أَمَا وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِالذَّبْحِ

Dengarkan wahai orang-orang Quraisy. Demi (Alloh) yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, aku datang kepada kalian untuk menyembelih.

… sehingga orang-orang Quraisy sangat terkejut dengan kata-kata beliau itu, sampai-sampai tidak ada seorangpun di antara mereka kecuali seolah-olah di atas kepalanya ada burung yang hinggap. Bahkan orang yang paling garang di antara mereka ketika itu betul-belul berusaha menenangkan beliau dengan perkataan yang paling santun … 2 Dan dahulu beliau senantiasa meneguhkan para sahabatnya dengan Al Qur'an yang diturunkan Robb nya kepada beliau, yang menceritakan kepada mereka kisah keteguhan umat-umat terdahulu. Beliau bersabda:

قَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ يُؤْخَذُ الرَّجُلُ فَيُحْفَرُ لَهُ فِي اْلأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيْهَا ، ثُمَّ يُؤْتَى بِالْمِنْشَارِ فَيُوْضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُجْعَلُ نِصْفَيْنِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيْدِ مَا دُوْنَ لَحْمِهِ وَعَظْمِهِ مَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِيْنِهِ ، وَاللهِ لَيُتِمَّنَّ اللهُ تَعَالَى هَذَا اْلأَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاء إِلَى حَضْرَمَوْت فَلاَ يَخَافُ إِلاَّ الله وَالذِّئْب عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ قَوْمٌ تَسْتَعْجِلُوْنَ

Dahulu orang-orang sebelum kalian, ada seseorang yang ditangkap lalu ditanam dalam tanah. Kemudian didatangkan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya, lalu ia dibelah menjadi dua bagian, dan disisir dengan sisir besi antara daging dan tulangnya, namun hal itu tidak dapat mengeluarkan mereka dari agamanya. Demi Alloh, Alloh pasti akan menyempurnakan ajaran ini sampai seseorang menunggang unta berjalan dari Shon'a ke Hadlromaut tidak ada yang ia takuti kecuali Alloh dan srigala yang akan menerkam dombanya. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang tergesa-gesa. HR. Al Bukhori dan lainnya.

Setelah itu semua … Sesungguhnya di sana masih ada satu kenyataan yang tidak boleh dilalaikan oleh orang-orang beriman dan tidak boleh hilang dari mata dan pikiran mereka, yaitu; bahwasanya kebatilan itu sangatlah lemah meskipun ia memiliki berbagai hal untuk membuat dirinya menyeramkan, dan meskipun ia menunjukkan kekuatan dan pertahanannya. Sesungguhnya, demi Alloh, ia itu di sisi Penguasa langit dan bumi lebih rendah daripada seekor lalat. Semoga Alloh merahmati Ibnul Qoyyim, tatkala beliau mengatakan di dalam sya'ir Nuniyah nya:

لاَ تَخْشَ كَثْرَتَهُمْ فَهُمْ هَمْجُ الْوَرَى وَذُبَابُهُ ، أَتَخَافُ مِنْ ذُبَّانٍ ؟

Janganlah takut dengan banyaknya jumlah mereka, karena mereka itu adalah nyamuk …

… dan lalat, apakah engkau takut kepada lalat …

Ya, demi Alloh mereka itu adalah seperti lalat … bahkan lebih rendah daripada lalat …

وَإِن يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لاَّيَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ

Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah. (Al Hajj: 73)

Jika orang-orang kafir itu memiliki sejarah kejayaan … sesungguhnya kebenaran itu jauh lebih banyak memiliki sejarah kejayaan.

Dan sungguh kekuatan mereka yang semu telah tersingkap di sepanjang sejarah, di tangan orang-orang yang menepati janji mereka kepada Alloh, lalu di antara mereka ada yang menemui ajalnya dan di antara mereka ada yang masih menunggu, dan mereka tidak merubah janji mereka sama sekali … sementara kebatilan dan para penganutnya itu tidak akan berlagak … dan tidak akan menunjukkan kekuatannya yang semu kecuali pada saat medan perang itu kosong dari orang-orang yang menepati janji mereka kepada Alloh tersebut … duhai … betapa banyak kita membutuhkan orang-orang yang perwira seperti mereka …

Terakhir … Sesungguhnya A Qur'an itu menarik perhatian kita kepada akhir dari perjalanan para pembangkang tersebut. Yang telah berbuat aniaya di muka bumi, dan membuat banyak kerusakan di sana, yang mana dahulu mereka adalah orang yang paling perkasa dan banyak meninggalkan bekas di muka bumi …

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلَهَا فيِ الْبِلاَدِ وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ وَفِرْعَوْنَ ذِى اْلأَوْتَادِ الَّذِينَ طَغَوْا فيِ الْبِلاَدِ فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad? (yaitu) penduduk Irom yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah, dan kaum Fir'aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (Al Fajr: 6-14)

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيْلِ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍ

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? (Al Fil: 1-2)

Al Qur'an menarik penglihatan dan pendengaran kita kepada akhir dari perjalanan mereka. Lihatlah bekas-bekas peninggalan mereka dan rumah-rumah mereka runtuh, Alloh ta'ala binasakan mereka dan Alloh ta'ala menangkan tentara-Nya yang bertauhid … Tidak ada gunanya kekuatan mereka yang mereka bangga-banggakan … juga jumlah, persenjataan dan kelompok mereka yang mereka sombongkan … Alloh ta'ala hancurkan mereka, dan tidak ada pelindung dan penolong bagi mereka … Hal itu karena Alloh adalah pelindung orang-orang yang beriman sedangkan orang-orang kafir itu tidak memiliki pelindung …

أَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِي اْلأَرْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَانُوْا أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَشَدَّ قُوَّةً وَآثَاراً فِي اْلأَرْضِ فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ * فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوْا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوْا يَسْتَهْزِئُوْنَ * فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوْا آمَنَّا بِاللهِ وَحْدَهُ ْوَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِيْنَ * فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمُ ْإِيْمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّة اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِيْ عِبَادِهِ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْكَافِرُوْنَ

Apakah mereka belum berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Dahulu orang-orang sebelum mereka itu lebih banyak jumlahnya dan lebih dahsyat kekuatan dan peninggalannya di muka bumi daripada mereka, namun semua itu tidak berguna bagi mereka lantaran apa yang mereka perbuat. Lalu tatkala para Rosul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka menyobongkan diri dengan ilmu yang mereka miliki, lalu mereka pun tertimpa siksaan yang mereka olok-lokkan. Maka tatkala mereka melihat siksaan kami, mereka mengatakan: Kami beriman kepada Alloh saja dan kami mengkufuri apa yang mereka sekutukan. Namun iman mereka tidak ada gunanya tatkala mereka melihat siksaan kami. Yang demikian itu adalah sunnatulloh yang berlaku pada hamba-hamba-Nya. Dan di sanalah orang-orang kafir itu merugi.

Wa ba'du … Inilah beberapa kenyataan yang harus direnungkan dan dipikirkan secara mendalam … oleh kita … oleh musuh-musuh kita … supaya mereka kembali.

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَبَقُوْا إِنَّهُمْ لاَ يُعْجِزُوْنَ

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu mengira akan dapat mengalahkan Kami. Sesungguhnya mereka itu tidak akan lepas (dari kekuasaan Kami).

1 Lihat Manaqibul Imam Ahmad, karangan Ibnul Jauzi, hal. 342, 343. Di sana disebutkan para ulama' salaf sebelum Imam Ahmad yang dipukuli dan disakiti karena keteguhan mereka untuk mengucapkan kebenaran … Dan contoh mengenai hal ini banyak.

2 Lihat hadits selengkapnya pada Musnad Imam Ahmad yang telah ditahqiq oleh Ahmad Syakir no. 7036.

Risalah Untuk Mereka Yang BURON TERTAWAN bag.3

Ketiga:

Tidak Diperbolehkannya Seorang Muwahhid Mendatangi Dan Memenuhi Panggilan Orang Kafir Itu Bukan Berarti Ia Harus Melakukan Konfrontasi Bersenjata

Yang kita bahas ini adalah ketika seorang muwahhid dalam kondisi lemah dan sedikit kemampuannya. Sedangkan dalam kondisi semacam ini ia tidak wajib untuk berperang dan melakukan konfrontasi … Memang kami tahu bahwa di sana ada nash-nash yang bersifat umum yang menerangkan atas disyariatkannya berperang atau berjihad secara sendirian atau bersama beberapa ikhwan melawan orang-orang kafir. Dan hal itu menurut kami diperbolehkan dan disyariatkan, meskipun ketika tidak ada imam (pemimpim yang memimpin umat Islam), yang mana permasalahan ini telah kami bahas secara terperinci di dalam risalah kami yang berjudul Naz'ul Hussam. Akan tetapi dalam kasus seperti ini berlaku pertimbangan mafasid dan masholih syar'iyah (untung rugi menurut timbangan syar'i) …

Karena suatu perbuatan itu jika menimbulkan mafsadah dan kemungkaran yang lebih besar maka perbuatan tersebut tidak masyru' (disyariatkan) …

Sedangkan konfrontasi yang dapat mewujudkan kemaslahatan yang besar dan hakiki untuk Islam dan kaum muslimin, memerlukan persiapan yang serius, dan bukan muncul karena dipaksa oleh orang-orang kafir sementara mereka yang menentukan waktunya … karena seorang muslim yang cerdas hendaknya berbuat berdasarkan perencanaan dan persiapan yang dia buat … bukan malah terpancing dan terdorong oleh perencanaan musuh … hal ini jika seorang muwahhid tersebut termasuk orang yang menginginkan kemenangan yang hakiki dan besar untuk Islam, dan menyiapkan pertempuran yang dahsyat dengan thoghut … dan juga, jika ia termasuk orang yang berorientasi jihad dan perang, seperti aksi-aksi ightiyal (membunuh secara diam-diam) terhadap aimmatul kufri (para pentolan kekafiran) dan antek-anteknya … sesungguhnya orang semacam ini hendaknya berbagai serangannya terfokus dan terencana betul, jika ia ingin membuat pukulan yang semaksimal mungkin pada musuh-musuh Alloh. Atas dasar ini, hendaknya ia tidak terpancing oleh aksi-aksi musuh untuk melakukan konfrontasi tanpa perhitungan …

- Adapun orang yang berhujjah dengan kisah Abu Bashir yang memerangi orang-orang kafir, sementara dia bersama sekelompok kecil dari orang-orang beriman yang tertindas, yang melarikan diri dari bangsa Quraisy, hendaknya ia memperhatikan betul terhadap kasus yang ia jadikan hujjah tersebut, jika ia benar-benar hendak mencari kebenaran … karena sesungguhnya Abu Bashir yang memerangi dan menyergap kafilah-kafilah Quraisy itu tidak bergabung dengan Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dan Nabipun tidak pula bertanggungjawab dan dan tidak menanggung akibat-akibatnya … karena kelompok Abu Bashir tersebut tidak dianggap oleh orang-orang kafir sebagai bagian dari Jama'ah Islam … sehingga aksi-aksi mereka tidak menimbulkan hal-hal negatif, atau manimpakan mafsadah dan bahaya terhadap Jama'ah Islam, atau katakanlah terhadap dakwah … jika orang yang berhujjah dengan kisah tersebut memperhitungkan mafsadah dan mashlahah … maka hujjahnya itu dibenarkan dan tindakannya itu masyru' … Oleh karena itu tatkala Abu Bashir membunuh seseorang dari Bani 'Amir, di mana dia adalah salah satu dari dua orang yang dipasrahi kembali Abu Bashir oleh Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam untuk dikembalikan kepada bangsa Quraisy, bangsa Quraisy tidak menuntut diyat (denda) kepada Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, atau menyalahkan beliau atas kejadian itu, atau mengganggu perjanjian sedikitpun. Karena tindakan-tindakan Abu Bashir ketika itu tidak dianggap sebagai bagian dari tindakan Jama'ah Islam, karena Abu Bashir belum masuk ke dalam kekuasaan dan hukum Jama'ah Islam. Oleh karena itu ia tidak wajib untuk mematuhi perjanjian yang terjalin antara Jama'ah Islam dengan Quraisy … Perhatikanlah baik-baik hal ini, karena tindakan-tindakan yang tanpa perhitungan dan tidak berdasarkan dalil syar'i itu akan mengakibatkan kebinasaan …

- Jika ada yang bertanya: Melawan agresor itu disyariatkan, sedangkan aksi semacam ini adalah masuk katagori ini … Kami jawab: Ya, jika telah dipastikan bahwa orang yang menyerang itu hendak membunuh atau menyakitimu atau membahayakan dirimu dengan tingkat bahaya yang menyakitkan. Ketika itu maka tidak ada pilihan lagi, dan yang lebih utama adalah melarikan diri atau membela diri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki …

- Akan tetapi harus diperhatikan pula bahwasanya tidak semua pencarian yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan antek-antek mereka itu masuk dalam katagori agresor yang hendak membunuhmu atau menyakitimu … Prinsipnya adalah meletakkan segala sesuatu itu sesuai dengan proporsinya yang benar dan menimbangnya dengan timbangan syar'i … dan tidak terpancing atau berreaksi berdasarkan semangat dan emosi yang tidak dikendalikan dengan timbangan syar'i. Dan masing-masing orang itu lebih mengetahui dengan kondisinya sendiri, kondisi dakwahnya dan kondisi ikhwan-ikhwannya … Hendaknya ia berhati-hati, meminta pertimbangan kepada ikhwan-ikhwannya dan beristikhoroh kepada Robbnya … karena tidak akan kecewa orang yang meminta pertimbangan, dan tidak akan menyesal orang yang beristikhoroh

- Terakhir, apa yang kami terangkan di sini tidaklah bertentangan dengan firman Alloh ta'ala di dalam surat Al Ahzab, yang berbunyi:

قُل لَّن يَنفَعَكُمُ الْفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ وَإِذًا لاَّتُمَتَّعُونَ إِلاَّ قَلِيلاً

Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagi kalian, jika kalian melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kalian terhindar dari kematian) kalian tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja". (Al Ahzab: 16)

Engkau sendiri telah mengerti bahwa pembahasan kita ini adalah tentang larinya dan bersembunyinya seorang beriman dari orang-orang kafir ketika dalam kondisi lemah dan tidak memiliki kesiapan, pada waktu ia dicari oleh thoghut atau antek-anteknya … Adapun ayat tersebut adalah berbicara tentang perang pada saat jihad itu hukumnya fardlu 'ain, kemudian dua barisan telah saling berhadap-hadapan, maka melarikan diri dari medan perang ketika itu adalah dosa besar … Ayat itu sendiri turun berkenaan dengan orang-orang munafiq yang meminta ijin kepada Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam untuk tidak ikut perang pada perang Ahzab, ketika pasukan sekutu mengepung Madinah dan dua pasukan telah saling berhadapan …

يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَاهِيَ بِعَوْرَةٍ إِن يُرِيدُونَ إِلاَّ فِرَارًا

… mereka berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)". Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari. (Al Ahzab: 13)

Risalah Untuk Mereka Yang BURON TERTAWAN bag.2

Kedua:

Hukum Melarikan Diri Dari Orang-Orang Kafir Ketika Dalam Keadaan Lemah Dan Tertindas, Apakah Ini Wajib Atau Sunnah Atau Apa?

Apabila engkau telah memahami atas disyariatkanya melarikan diri dari orang-orang kafir ketika dalam keadaan tertindas dan lemah, sekarang tinggal memahami apa hukumnya. Dengan memohon petunjuk kepada Alloh kami jawab:

Sesungguhnya hukumnya itu dikembalikan kepada kondisi orang yang memburu dan orang yang menjadi buron …

- Apabila orang yang dicari itu adalah orang yang memiliki pengaruh atau kerabat atau kekuatan, sementara ia tahu atau yakin bahwa ia tidak akan dihinakan atau disakiti jika ia memenuhi panggilan mereka, ia diperbolehkan memenuhi panggilan mereka. Bahkan mungkin dianjurkan jika ia mampu idh-harud din (menunjukkan keyakinannya) di hadapan mereka, dan memperdengarkan apa yang mereka benci, berupa ajaran tauhid dan celaan bagi sesembahan-sesembahan dan tuhan-tuhan mereka, serta baro' terhadap kebatilan dan kemusyrikan mereka.

- Adapun jika orang yang dicari itu adalah orang yang lemah, dan ia yakin mereka akan menghinakannya atau menyakitinya atau mereka akan memperdengarkan kekafiran dan kemusyrikan yang nyata kepadanya, yang mana ia tidak mampu membantahnya atau justru ia akan menampakkan sikap setuju dan ridlo sebagai bentuk taqiyyah setelah ia memenuhi panggilan mereka secara suka rela … orang yang seperti ini sama sekali tidak halal baginya mendatangi mereka secara suka rela tanpa penangkapan …

Karena dengan begitu berarti ia pergi menuju fitnah (bencana), padahal di depan telah disebutkan larangan berbuat seperti itu dalam berbagai hadits … dalam kondisi seperti ini hendaknya orang yang dicari itu mengikuti teladan yang baik dari para Nabi dan para pengikut mereka yang sholih, yang mana mereka lari menyelamatkan din (iman) mereka dari orang-orang kafir …

- Dan hijroh ke Habasyah yang dilakukan oleh kaum muhajirin tahap pertama itu merupakan contoh dalam persoalan ini …

- Karena orang-orang yang takut dan khawatir terhadap gangguan dan kejahatan orang-orang musyrik telah berhijroh ke sana, sementara itu orang-orang yang terpandang seperti Abu Bakar, Umar dan lain-lain tidak berhijroh sampai mereka diperintahkan untuk hijroh ke Madinah …

- Dan dalam kondisi semacam ini tidak bisa dikatakan bahwa orang yang dicari itu dalam keadaan mukroh (dipaksa) sehingga ia boleh memenuhi panggilan mereka, kemudian ia bersikap taqiyah terhadap mereka …

Sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang mendatangi antek-antek thoghut secara suka rela, tatkala mereka ditanya tentang kami dan tentang kajian kami, di antara mereka ada yang mengatakan: Seandainya kami tahu bahwa kajian Abu Muhammad itu akan mengancam keamanan negara atau yang semacam itu tentu kami orang yang pertama kali menyampaikannya … Apa yang mereka lakukan ini adalah menunjukkan sikap wala' (loyal) mereka kepada antek-antek thoghut tersebut dan sikap permusuhan mereka terhadap orang yang mengancam keamanan negara kafir, dengan tanpa ada kebutuhan yang mendesak dan ikroh (keterpaksaan) …

Jika ada yang mengatakan: Dahulu tatkala kami mengucapkan seperti itu kami tengah berada di hadapan mereka dan di bawah kekuasaan mereka … maka dijawab: Akan tetapi kalian sendiri yang telah pergi kepada mereka dan masuk ke dalam kekuasaan mereka secara suka rela dengan tanpa proses penangkapan atau ikroh (paksaan) …

Oleh karena itu saya katakan, sungguh kondisi mereka itu --- yakni kondisi orang yang menunjukkan keberfihakkannya dan keridloannya kepada kekafiran dan kesyirikan mereka dan kemudian beralasan dengan taqiyah atau ikroh padahal sebelumnya ia memiliki kemampuan untuk hijroh dan melarikan diri --- sangatlah mirip dengan kondisi orang yang dahulu masuk Islam di Mekah kemudian tidak berhijroh dan tidak menyusul Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam ke Madinah, karena sayang dengan tempat tinggal atau istri atau negeri mereka, sehingga tatkala terjadi yaumul furqon (hari yang memisahkan antara pasukan Alloh dan pasukan Syetan), di mana dua pasukan saling bertemu, orang-orang musyrik memaksa mereka untuk ikut berperang bersama mereka dan menempatkan mereka di barisan depan. Sehingga apabila kaum muslimin memanah, terkena salah seorang di antara mereka itu, lalu kaum muslimin yang memanah itu mengatakan: Kita telah membunuh saudara-saudara kita. Maka Alloh ta'ala menurunkan firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي اْلأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا فَأُوْلاَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَآءَتْ مَصِيرًا

Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : "Dalam keadaan bagaimana kalian ini?". Mereka menjawab: "Kami dahulu adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah bumi Alloh itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, (An Nisa': 97)

Kenapa Alloh ta'ala tidak menerima udzur mereka yang beralasan tertindas dan lemah, lalu mereka dipaksa keluar dalam barisan orang-orang kafir ..??! Jawabannya adalah: Karena mereka tinggal di tengah-tengah orang-orang kafir sebelum kejadian itu bukan karena terpaksa, akan tetapi sebenarnya pada awalnya mereka mampu untuk melarikan diri dan hijroh … maka tatkala mereka melakukan kesalahan seperti itu, alasan mereka dikuasai orang-orang musyrik dan lemah itu tidak diterima, karena mereka sendiri yang menyebabkan diri mereka lemah dan dikuasai orang-orang kafir …

Di dalam risalah Hukmu Muwalati Ahlil Isyrok yang dikenal oleh penduduk Nejd dengan Ad Dalail karena di dalam risalah tersebut disebutkan lebih dari dua puluh dalil atas kafirnya orang yang berwala' kepada orang musyrik, Syaikh Sulaiman bin 'Abdulloh bin Muhammad bin 'Abdul Wahhab berkata: "Jika ada yang bertanya: Apakah ikroh (paksaan) agar ikut berperang yang dialami oleh orang-orang yang terbunuh pada perang Badar itu dapat diterima sebagai udzur? Jawabnya adalah hal itu tidak diterima sebagai udzur, karena pada awalnya mereka bukanlah orang-orang yang berudzur untuk tetap tinggal bersama orang-orang kafir, maka alasan ikroh mereka tidak diterima, karena mereka sendirilah yang menyebabkan seperti itu, lantaran mereka tinggal bersama orang-orang kafir dan tidak mau hijroh."

Hendaknya orang yang berakal memperhatikan, memahami dan mengerti bahwasanya barangsiapa mengetahui bahwa dirinya lemah dan bahwa dirinya tidak akan mampu idh-harud din (menunjukkan keyakinannya) di hadapan orang-orang kafir, akan tetapi justru sebaliknya, ia akan menampakkan wala' dan keridloannya kepada kekafiran, kesyirikan dan kebatilan mereka … maka tidak halal baginya dalam kondisi semacam ini untuk pergi kepada mereka secara suka rela ketika mereka mencarinya … kecuali jika mereka memaksa dan menangkapnya, ketika itu jika memaksanya untuk suatu kekafiran yang disertai dengan ikroh yang shah secara syar'i, yang batasan-batasan dan syarat-syaratnya dikenal oleh para ulama' … maka orang yang semacam ini diterima alasannya …1 Namun jika ia sendiri yang datang dan menjemput fitnah (bencana) kemudian dia dipanggil untuk masuk ke dalamnya secara sukarela, kemudian dia beralasan dengan ikroh (dipaksa) … padahal tidak ada ikroh, maka dalam kondisi seperti ini hendaknya dia takut terhadap murka Alloh … karena Alloh ta'ala telah berfirman, setelah Ia melarang berwala' kepada orang-orang kafir, kemudian Alloh ta'ala mengecualikan orang yang terkena ikroh sehingga ia bersikap taqiyah terhadap mereka, Alloh ta'ala berfirman:

وَيُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللهِ الْمَصِيرُ

Dan Alloh memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Alloh kalian kembali (Ali 'Imron: 28).

- Kemudian, untuk kepentingan apa seorang miwahhid itu dicari, ini juga menjadi bahan pertimbangan …

Karena tidaklah masuk akal jika seorang muwahhid diminta datang untuk suatu urusan sepele yang tidak mengandung unsur penghinaan atau fitnah (gangguan) atau mendengar kekafiran, kemudian dia melarikan diri atau melakukan perlawanan atau yang semacam itu … demikian pula jika dia diminta untuk memberikan kesaksian untuk orang yang haknya dirampas secara dholim supaya haknya dikembalikan, sementara di sana tidak ada unsur penghinaan atau penjerumusan kepada kekafiran. Dalam keadaan seperti ini bisa jadi hukumnya malah wajib baginya, jika persoalannya berkaitan dengan dirinya sementara tidak ada saksi lain selain dirinya atau kasus-kasus lain yang semacam ini. Maka masalah ini haruslah diperinci dan harus mempertimbangkan persoalan-persoalan semacam ini …

- Demikian pula kondisi orang yang mencarinya juga harus dijadikan bahan pertimbangan, meskipun yang tengah kita bicarakan adalah orang-orang kafir dan antek-antek mereka. Karena terkadang diantara orang-orang kafir itu ada orang yang dikenal sebagai orang yang tidak suka dengan kedholiman. Sebagaimana berita tentang An Najasyi ketika dia masih menganut Kristen dan belum masuk Islam … dan demikianlah ketika pada sahabat yang berada di negerinya dipanggil, kemudian datang dua orang utusan Quraisy, yakni 'Abdulloh bin Abi Robi'ah bin Mughiroh dan 'Amr bin Al 'Ash, supaya ia mengembalikan para sahabat itu ke Mekah. Maka An Najasyipun memanggil para sahabat Nabi tersebut untuk mengkaji kasus mereka, supaya dia dapat memustuskan apakah mereka akan dikembalikan ke Mekah atau tetap dibiarkan tinggal di negrinya … saya katakan: Sesungguhnya yang mendorong para sahabat memenuhi panggilan An Najasyi secara sukarela, meskipun mereka mampu untuk melarikan diri, adalah karena mereka yakin bahwa An Najasyi tidak akan berbuat dholim kepada mereka … silahkan lihat kisah mereka ini di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah, istri Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad jayyid (I/5, 201, 290). Di sana disebutkan perkataan Ja'far rodliyallohu 'anhu tentang orang-orang Quraisy, ia mengatakan: "Tatkala mereka menindas, menganiaya dan menekan kami, dan menghalangi kami untuk menganut agama kami, kami pergi ke negerimu, kami memilihmu daripada yang lain, kami ingin mendapat perlindunganmu dan kami mengharap tidak didholimi tinggal bersamamu, wahai Raja."

Seandainya tindakan mereka ini salah atau munkar, tentu Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam tidak tinggal diam, dan tentu beliau tidak membiarkannya akan tetapi beliau pasti akan menyalahkannya … karena di antara sifat beliau shollallohu 'alaihi wa sallam itu adalah:

يَأْمُرُهُمْ باِلْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ

… memerintahkan mereka agar berbuat ma'ruf, melarang mereka agar tidak berbuat munkar, menghalalkan yang baik-baik untuk mereka dan mengharamkan yang buruk-buruk untuk mereka. (Al A'rof: 157)

- Apabila hal ini telah dimengerti, sesungguhnya jika orang yang dicari itu memiliki perkiraan kuat bahwa orang kafir yang mencarinya itu tidak akan mendholiminya atau menyakitinya, maka boleh baginya untuk memenuhi panggilannya dan mendatanginya, karena dikhawatirkan kasusnya akan semakin besar dan naik … kasus semacam ini terjadi di banyak negara yang menyerukan kebebasan, hak asasi manusia, demokrasi dan ideologi-ideologi kafir modern lainnya … Ini bukan berarti mendukung atau berhukum dengan ideologi-ideologi, sistem-sistem dan pemikiran-pemikiran tersebut … akan tetapi ini adalah mengambil manfaat dari suatu situasi yang mau tidak mau tetap ada. Hal ini sebagaimana halnya dengan mengambil manfaat dari fanatisme golongan atau suku tatkala anggota suku tersebut bangkit membela seorang muwahhid yang berasal dari suku mereka sementara suku tersebut adalah suku kafir … yang semacam ini; yakni fanatisme kesukuan yang jahiliyah, yang membela saudaranya meskipun mereka tidak mendukung keyakinannya, tidak merusak dan tidak menodai tauhidnya, atau dianggap sebagai dukungan dan berhukum kepada kejahiliyahan!! Dalilnya adalah, Alloh ta'ala menganugerahi Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam dengan perlindungan dan pembelaan pamannya yang kafir. Alloh ta'ala berfirman:

أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيْماً فَآوَى

Bukankah Alloh telah mendapatkanmu dalam keadaan yatim lalu Alloh melindungimu.

Artinya, menyerahkan perlindunganmu kepada pamanmu yang kafir … Hal ini sebagaimana kerabat Syu'aib yang membelanya dari orang-orang kafir. Alloh ta'ala berfirman mengenai musuh-musuh Nabi-Nya:

وَلَوْلاَ رَهْطُكَ لَرَجَمْنَاكَ

Kalau bukan karena kerabatmu, pasti kami akan melemparimu dengan batu.

Padahal kerabatnya adalah orang-orang kafir … Demikian pula walinya Nabi Sholih 'alaihis salam yang ditakuti oleh orang-orang kafir.

قَالُوْا تَقَاسَمُوْا بِاللهِ لِنُبَيِّتَنَّهُ وَأَهْلَهُ ثُمَّ لَنَقُوْلَنَّ لِوَلِيِّهِ مَا شَهِدْنَا مَهْلِكَ أَهْلِهِ وَإِنَّا لَصَادِقُوْنَ

Mereka berkata: Bersumpahlah kalian kepada Alloh bahwa kami benar-benar akan menyergap keluarganya pada malam hari kemudian kami akan mengatakan kepada walinya; Kami tidak menyaksikan binasanya keluarganya dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang jujur.

- Maka ketika seseorang itu memiliki perkiraan kuat bahwa orang kafir yang mencarinya itu terhalangi oleh penghalang-penghalang berupa hukum atau etika atau fanatisme atau kejahiliyahan, untuk mendholimi atau menyakitinya, maka ia diperbolehkan untuk datang menemuinya, jika dikhawatirkan ia akan terkena fitnah (bencana) yang lebih besar atau perkaranya akan diperbesar … wallohu a'lam … kemudian ia tinggal bermusyawaroh dan beristikhoroh mana yang baik baginya dalam persoalan ini …

- Lain ceritanya jika ia memiliki perkiraan kuat bahwa orang kafir tersebut akan membunuhnya jika ia menemuinya, atau ia akan menawan dan memenjarakannya dalam waktu yang lama atau seumur hidup, maka yang semacam ini haram dilakukan karena hal ini termasuk dalam katagori menceburkan diri dalam kebinasaan, padahal Alloh ta'ala telah berfirman:

وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kalian ceburkan diri kalian dalam kebinasaan. (Al Baqoroh)2

Atau dia mempunyai perkiraan kuat bahwa jika ia mendatangi orang kafir tersebut ia akan menyakitinya. Dalam kondisi seperti ini di depan telah kami bahas tentang larangan mendatangi fitnah (bencana).

- Demikian pula jika ia tahu bahwa jika ia mendatangi orang kafir tersebut ia akan mendholimi dirinya, maka janganlah ia mendatangi orang yang akan mendholiminya, kecuali jika dikhawatirkan kalau dia tidak mendatanginya akan timbul kedholiman yang lebih besar …

- Demikian pula jika ia mengetahui bahwa orang kafir tersebut akan memperdengarkan kepadanya kata-kata kekafiran, kesyirikan dan kebatilan, sementara orang yang dicari tersebut tidak mampu untuk melawan atau membantah atau idh-harud din (menunjukkan keyakinannya) … karena Alloh ta'ala telah mengharamkan duduk di tempat yang seperti ini … terlebih lagi mendatanginya secara sukarela … Alloh ta'ala berfirman:

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا

Dan sungguh Alloh telah menurunkan penjelasan kepada kalian di dalam Al Quran bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Alloh diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Alloh akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam . (An Nisa': 140)

- Maka, janganlah ia secara suka rela pergi untuk duduk di sebuah majlis seperti ini, sementara dia tahu bahwa pada waktu itu dirinya tidak akan mampu untuk menentang atau meninggalkan majlis tersebut …

- Lain halnya jika dia tahu bahwa dirinya mampu untuk membantah dan idh-harud din (menunjukkan ajaran agama) dan keyakinannya, dan dia aman dari gangguan dan pembunuhan atau yang lainnya …

* Ini pembahasan tentang pergi menemui orang kafir … adapun jika orang-orang kafir telah mengepungnya dari segala penjuru, dan tidak memungkinkan baginya untuk melarikan diri, dan dia tidak tahu apa yang bakal dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap dirinya, maka ia diperbolehkan untuk berijtihad sesuai dengan perkiraan dia yang paling kuat, ia boleh menyerah jika ia perkirakan ia akan selamat, atau melawan sampai ia selamat atau terbunuh jika ia memiliki perkiraan kuat mereka akan mengkhianatinya. Dalam hal ini dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhori dalam Babu Hal Yasta'sirur Rojulu? Wa Man Lam Yasta'sir. (Bab: Apakah seseorang boleh menyerah untuk ditawan? Dan bagaimana dengan orang yang tidak mau menyerah untuk ditawan) (VI/165), dari Abu Huroiroh mengenai kisah sepuluh orang yang diutus Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam pada peristiwa Ar Roji'. Di mana mereka dikepung oleh 100 orang yang seluruhnya adalah pemanah. Kemudian mereka memberikan jaminan kepada sepuluh orang sahabat tersebut bahwa mereka tidak akan membunuh seorangpun dari mereka. Lalu di antara sahabat ada yang tidak mau menerima menjadi tawanan orang kafir karena khawatir mereka akan berkhianat kemudian membunuhnya. Dan di antara sahabat ada yang menyerah untuk ditawan, namun kemudian orang-orang kafir itu mengkhianatinya. Di antara mereka yang menyerah untuk ditawan adalah Khubaib rodliyallohu 'anhu, yang kisahnya disebutkan dalam hadits tersebut. Namun demikian tidak ada riwayat dari Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa beliau menyalahkan salah seorang dari mereka di dalam berijtihad untuk menentukan sikap masing-masing. Karena ketika itu mereka dikepung dan tidak mungkin mereka untuk melarikan diri atau untuk menang … wallohu a'lam.

1 Lihat Risalah Millah Ibrohim, hal. 50.

2 Tidak boleh dikatakan bahwa ayat ini turun sebagai peringatan terhadap orang yang tidak mau berjihad dan berinfak di jalan Alloh saja, dan bahwasanya ayat ini khusus berkenaan dengan kasus seperti ini. Karena suatu kesimpulan itu diambil dari lafadh nashnya yang bersifat umum dan bukan dari sebab turunnya yang bersifat khusus. Sementara itu kami tidak menggunakan dalil ini untuk meninggalkan jihad, akan tetapi kami menggunakannya sebagai dalil untuk tidak mendatangi orang kafir secara sukarela sementara ia memiliki perkiraan kuat bahwa jika ia menemuinya ia akan dibunuh atau dipenjara seumur hidup atau yang lainnya. Hal ini masuk dalam firman Alloh ta'ala yang berbunyi:

وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Janganlah kalian bunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Alloh itu Maha Penyayang terhadap diri kalian. (An Nisa')

Ini bukan persoalan perang dan jihad.

Risalah Untuk Mereka Yang BURON TERTAWAN bag.1

Risalah Untuk Mereka Yang

BURON

&

TERTAWAN

Janganlah Bersedih …

Sesungguhnya Alloh Bersama Kita

Abu Muhammad Al Maqdisi



بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada penutup para Nabi dan Rosul … wa ba'du:

Ketahuilah, semoga Alloh membimbingmu kepada segala kebaikan. Sesungguhnya antek-antek thoghut telah memburu kami dan beberapa ikhwanmuwahhidin lainnya sejak akhir bulan Rojab tahun ini, lalu di antara ikhwan ada yang berhasil mereka tangkap … sementara sebagian lagi belum berhasil mereka tangkap, maka mereka meninggalkan perintah kepada keluarganya supaya ia datang menyerahkan diri kepada mereka … kemudian terjadilah sedikit perselisihan antara ikhwan-ikhwan yang tengah buron tersebut, mengenai hukum memenuhi panggilan orang-orang kafir tersebut …

Di antara ikhwan ada yang berpendapat sebaiknya memenuhi panggilan orang-orang kafir tersebut …

Sebagian lagi berpendapat untuk tidak memenuhi panggilan mereka … kelompok yang berpendapat seperti inipun terbagi menjadi dua bagian. Salah satunya mengatakan bahwasanya kita tidak akan menyerahkan diri dan memenuhi panggilan mereka kecuali kita telah yakin bahwa hal itu tidak akan menimbulkan fitnah atau kita dipenjara secara paksa …

Satu kelompok lagi mengatakan kita tidak akan memenuhi panggilan mereka selamanya, dan jika mereka menyergap kita, kita akan lawan dan perangi mereka sampai kita lolos atau kita terbunuh …

Oleh karena itu, saya ingin --- sebagai kecintaan saya kepada para ikhwan --- untuk menulis masalah ini berdasarkan dalil syar'i supaya saya dan ikhwan-ikhwan memahami mana yang benar dalam masalah ini …

Dengan memohon petunjuk dan bimbingan kepada Alloh, saya katakan:

Pertama:

Disyariatkannya Dan Diperbolehkannya Lari Dari Orang-Orang Kafir, Dan Bersembunyi Dari Kejaran Mereka Ketika Dalam Keadaan Lemah.

Al Bukhori meriwayatkan di dalam Shohih nya pada Kitabul Iman;Babu Minad Dini Al Firoru Minal Fitan [Bab: Termasuk ajaran agama adalah melarikan diri dari bencana], dari Abu Sa'id Al Khudri, berkata: Telah bersabda Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam:

يُوْشِكُ أَنْ يَكُوْنَ خَيْرَ مَالِ اْلمُسْلِمِ غَنَمٌ يَتْبَعُ بِهَا شَعَفَ الْجِبَالِ ، وَمَوَاقِعَ الْقِطْرِ ، يَفِرُّ بِدِيْنِهِ مِنَ الْفِتَنِ

Hampir tiba saatnya dimana harta terbaik bagi seorang muslim adalah kambing yang ia bawa ke puncak-puncak gunung dan lembah-lembah. Ia lari menyelamatkan imannya dari bencara.

Al Bukhori juga meriwayatkan di dalam Kitabul Fitan; Babu An Takuna Fitnatul Qo'idi Fiha Khoirun Minal Qo-im [Bab: Terjadi bencana, di mana pada saat itu orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri], dari Abu Huroiroh rodliyallohu 'anhu, ia berkata: Telah bersabda Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam:

سَتَكُوْنُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ ، وَالْقَائِمُ فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِي وَالْمَاشِي فِيْهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي ، مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفُهُ ، فَمَنْ وَجَدَ مِنْهَا مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ

Akan terjadi fitnah (bencana, kekacauan) di mana ketika itu orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang berjalan cepat. Barangsiapa melongok kepadanya akan tercebur kedalamnya. Maka barangsiapa mendapatkan tempat berlindung atau tempat bernaung hendaknya ia berlindung dengannya.

Dalam hadits-hadits tersebut ada pelajaran yang mulia dan agung, yaitu disyariatkannya lari dari fitnah (bencana), dan jangan sampai kita berjalan atau berlari ke sana …

Di dalam hadits-hadits tersebut juga diterangkan bahwasanya lari dari fitnah itu termasuk dari ajaran agama dan dari iman … dan hal itu bukanlah termasuk pengecut atau penakut sebagaimana anggapan banyak orang.

Bagaimana lari bersembunyi dari fitnah (bencana, cobaan) itu bisa dikatagorikan dalam sifat pengecut atau penakut sementara itu adalah tindakan yang dicontohkan oleh para Nabi dan orang-orang sholih ketika dalam kondisi lemah dan tertindas …

Lihatlah sang penutup para Nabi dan Rosul (Muhammad), setelah beliau menyatakan dan menyampaikan dakwahnya secara terang-terangan, dan menunjukkan penentangan dan baro'nya terhadap orang-orang kafir dan sesembahan-sesembahan mereka yang batil … terkadang beliau beserta beberapa sahabatnya menyembunyikan diri … setelah orang-orang kafir menguasai mereka dan menyakiti mereka.

- Di dalam Shohih Al Bukhori disebutkan kisah masuk Islamnya Abu Dzar, dan kisah pertemuannya dengan Ali yang mengantarkannya kepada Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam, yang merupakan dalil untuk persoalan ini.

- Yang lain lagi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya III/322, 339, dll dari Jabir, tentang bai'atul 'aqobah. Di sana Jabir mengatakan: " … sehingga tidak ada sebuah rumah anshor pun kecuali di dalamnya ada beberapa orang Islam yang menampakkan Islamnya. Kemudian mereka semua mengadakan pertemuan. Kami berkata: Sampai kapan kita biarkan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam terusir dan ketakutan di pegunungan Mekah? Maka 70 orang di antara kami datang kepada beliau pada musim haji. Lalu kami bersepakat untuk bertemu dengan beliau di lembah Al 'Aqobah. Maka kami menemui beliau satu-satu dan dua-dua sampai kami semua berkumpul … sampai akhir hadits."

- Dan di dalam Shohih Al Bukhori disebutkan riwayat dari 'Abdulloh bin Mas'ud, ia berkata: "Tatkala kami bersama Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam di dalam goa, tiba-tiba turun surat Al Mursalat kepada beliau. Sungguh beliau membacanya dan aku menerimanya dari mulut beliau langsung, dan sungguh bibir beliau basah karenanya, lalu tiba-tiba ada ular melompat kepada kami. Maka Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bunuh dia!" Kamipun langsung mengejarnya hingga ia pergi. Lalu Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ia terjaga dari kejahatan kalian dan kalian terjaga dari kejahatannya."

- Dan hadits-hadits semacam ini banyak …

- Dan Alloh ta'ala berfirman:

إِلاَّ تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللهُ إِذْأَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْهُمَا فِي الْغَارِ إِذْيَقُولُ لِصَاحِبِهِ لاَتَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا فَأَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Jikalau kalian tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Alloh telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Alloh beserta kita." Maka Alloh menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya, dan Alloh menjadikan kalimat orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Alloh itulah yang tinggi. Dan Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana . (At Taubah: 40)

- Dan dalam kisah hijroh juga terdapat pelajaran tentang masalah ini …

- Dan lihatlah Nabi Musa 'alaihis salam, Alloh ta'ala berfirman tentang beliau:

وَجَآءَ رَجُلٌ مِّنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَامُوسَى إِنَّ الْمَلأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ فَخَرَجَ مِنْهَا خَآئِفًا يَتَرَقَّبُ قَالَ رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu". Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu". (Al Qoshosh: 20-21)

Jika ada yang mengatakan: Itukan terjadi sebelum beliau diangkat sebagai Nabi …

Kami jawab: Namun Nabi Musa 'alaihis salam setelah menjadi Nabipun tidak menyalahkan perbuatannya tersebut, bahkan beliau membenarkannya sebagaimana yang Alloh ta'ala beritakan dalam firman-Nya:

فَفِرْتُ مِنْكُمْ لَمَّا خِفْتُكُمْ فَوَهَبَ لِيْ رَبِّيْ حُكْمًا وَجَعَلَنِيْ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

Lalu aku melarikan diri dari kalian tatkala aku ketakutan, maka Robbku menganugerahiku hukum dan menjadikanku dari golongan para Rosul. (Asy Syu'aro')

Dan Alloh ta'ala juga berfirman tentang beliau setelah itu:

وَأَوْحَيْنَآ إِلَى مُوْسَى وَأَخِيْهِ أَنْ تَبَوَّءَا لِقَوْمِكُمَا بِمِصْرَ بُيُوْتًا وَاجْعَلُوْا بُيُوْتَكُمْ قِبْلَةً وَأَقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: "Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah sholat serta gembirakanlah orang-orang yang beriman". (Yunus: 87)

Ketika itu mereka bersembunyi dan sholat di rumah-rumah mereka … dalam hal ini ada kata-kata Sayyid Quthub yang bagus yang bisa dirujuk kepada Fi Dhilalil Qur-an, hal. 1816.

- Demikian pula para pemuda ash-habul kahfi, setelah mereka menyampaikan tauhid mereka secara terang-terangan dan mereka diancam oleh kaum mereka, mereka berlindung ke goa … sebagaimana yang Alloh ta'ala ceritakan:

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَايَعْبُدُونَ إِلاَّ اللهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُم مِّن رَّحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُم مِّنْ أَمْرِكُمْ مِّرْفَقَا

Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Alloh, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhan kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian . (Al Kahfi:16)

Dan Alloh ta'ala berfirman tentang mereka:

قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَآ أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلاَيُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا إِنَّهُمْ إِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kalian berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kalian lebih mengetahui berapa lamanya kalian berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kalian untuk pergi ke kota dengan membawa uang perak kalian ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untuk kalian, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan tentang diri kalian kepada seorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempat kalian, niscaya mereka akan melempari kalian dengan batu, atau memaksa kalian kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kalian tidak akan beruntung selama lamanya". (Al Kahfi: 19-20)

Demikianlah keadaan orang-orang sholih tatkala mereka dalam keadaan tertindas dan lemah … jika engkau mau meneliti kisah-kisah tabi'in, pendahulu umat ini, tentu engkau akan mendapatkan banyak contoh dalam hal ini …

Di sini saya cukup memberikan tiga contoh yang dikatakan oleh Ibnul Jauzi di dalam kata pengantar kitabnya yang berjudul Manaqibul Imam Ahmad bin Hanbal: "… namun aku mencari orang-orang yang telah berhasil mecapai tingkat kesempurnaan dalam dua hal --- yakni ilmu dan amal --- dari kalangan tabi'in dan generasi setelah mereka. Tapi aku tidak mendapatkan orang yang sempurna dalam dua hal tersebut, yang kesempurnaannya tidak ternodai dengan kekurangan, kecuali tiga orang: Al Hasan Al Bashri, Sufyan Ats Tsauri dan Ahmad bin Hanbal." Halaman 5.

- Adapun Al Hasan Al Bashri, ia memberontak, dan ada yang mengatakan dia diajak memberontak, bersama orang-orang yang memberontak Al Hajjaj pada peristiwa pemberontakan 'Abdur Rohman bin Al Asy'ats1, di mana pada saat itu Ibnu Al Asy'ats bersama sekelompok qurro' (ahli Al Qur'an) dan fuqoha' memberontak atas kedholiman dan kelaliman Al Hajjaj … lalu setelah Ibnu Al Asy'ats kalah, Al Hasan Al Bashri menyembunyikan diri dari Al Hajjaj, sampai-sampai ketika anak perempuannya meninggal ia tidak dapat keluar menemuinya, sehingga ia mewakilkannya kepada Ibnu Sirin …2

- Adapun Sufyan Ats Tsauri, ia melarikan diri ke Bashroh ketika Kholifah Al Mahdi menawarkan jabatan kepadanya … beliaulah orang yang mengatakan: "Aku tidak takut mereka akan menghinakan aku. Akan tetapi yang aku takutkan hanyalah jika mereka memuliakanku sehingga aku tidak lagi memandang kejelekan mereka sebagai kejelekan. Aku tidak mendapatkan permisalan untuk kekuasaan itu selain seperti lidah musang." Ia melanjutkan: "Aku mengetahu anjing itu memiliki 70 lebih dustan3, dan tidak ada dustan yang lebih baik selain aku tidak melihatnya dan ia tidak melihatku."4

- Adapun Imam Ahmad, beliau telah bersembunyi selama kekhilafahan Al Watsiq. Hal itu ia lakukan setelah ia menyatakan keyakinannya tentang Al Qur'an (yakni bahwa Al Qur'an itu kalam Alloh dan bukan makhluq -pennerj.) secara terang-terangan, dan ia mendapatkan ujian yang sangat berat karenannya … maka iapun menyembunyikan diri selama sisa umur Al Watsiq, di mana beliau senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, kemudian ia baru kembali ke rumahnya setelah beberapa bulan, beliau bersembunyi di sana sampai Al Watsiq meninggal dunia … Ibrohim bin Hani berkata: Ahmad bin Hanbal bersembunyi di tempatku selama tiga hari … kemudian Ahmad mengatakan: Carikan tempat untukku supaya aku pindah ke tempat tersebut. Aku jawab: Aku tidak merasa aman atas dirimu wahai Abu 'Abdillah. Ahmad berkata: Lakukanlah! Jika aku melakukannya aku berarti akan membinasakanmu. Akupun mencarikan tempat untuknya. Lalu tatkala ia keluar dari tempatku ia berkata kepadaku: Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam dahulu bersembunyi di dalam goa selama tiga hari kemudian berpindah. Tidak sepantasnya Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam itu diikuti ketika dalam keadaan lapang saja sementara ketika dalam keadaan susah tidak diikuti."5

- Dalam riwayat Hanbal, mengenai bersembunyinya Imam Ahmad semasa hidup Al Watsiq, ia mengatakan: "Abu 'Abdillah terus bersembunyi di Al Qorob, kemudian kembali ke rumahnya setelah beberapa bulan atau satu tahun ketika isu tentang dirinya telah mereda. Dan beliau terus bersembunyi di dalam rumahnya, tidak keluar untuk sholat atau untuk yang lainnya, sampai Al Watsiq binasa.

- Maka apabila seseorang itu menyampaikan dakwahnya secara terang-terangan sesuai dengan petunjuk para Nabi, ia bersikap baro' kepada kemusyrikan dan orang-orang musyrik, kemudian mereka memburunya ketika ia dalam keadaan lemah, tidak memiliki kemampuan apa-apa dan sedikit pendukungnya, maka ia tidak tercela jika ia lari dan bersembunyi dari mereka … karena ini adalah jejak langkah para Nabi dan orang-orang sholih ketika mereka tertindas, sebagaimana yang engkau lihat.

1 Lihat Siyarul A'lam An Nubala', karangan Adz Dzahabi IV/583

2 Ibid IV/610.

3Dustan adalah bahasa Persi yang berarti makar dan tipu daya.

4As Siyar VII/262.

5Manaqibul Imam Ahmad, karangan Ibnul Jauzi, hal. 349.

Proklamasi Negara Islam IRAK bag.4

MASALAH PERTAMA:

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PENEGAKAN DAULAH ISLAM IRAK

Setelah penjelasan tentang pengertian Daulah Islam dan kriteria penegakkannya tadi, kini metode analogi dan komparasi menjadi dekat jangkauan dan penggunaannya. Pembahasan yang akan kita angkat akan mengkaji seputar pengalaman merintis Jihad di zaman sekarang, yaitu pengalaman jihad di bumi Irak, yang merupakan pengalaman yang mesti direnungi agak lama oleh setiap orang yang terjun dalam kancah perjuangan Islam. Pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman ini bisa memberikan pengaruh dalam program-program perencaan jihad dengan bentuk yang indah namun realistis. Cara pandang dan berfikir nya akan sedikit lebih produktif, serius sekaligus riil. Itu dibuktikan dengan kondisi yang tengah kami alami sekarang; sejak berlangsungnya perang Irak dalam tempo tiga tahun lebih sedikit, Mujahidin sudah berhasil memproklamirkan berdirinya Negara Islam di atas bumi Irak. Ini tak lepas dari terjadinya akselerasi yang cukup unik sekaligus penting dalam tataran pelaksanaan jihad dalam poros-poros militernya, administrasinya, media informasinya, dan terakhir pengaruh politiknya. Dan semua ini semata-mata adalah bentuk anugerah dan perhatian dari Alloh Sang Pencipta –Azza wa Jalla, merupakan hidayah dan taufik yang agung bagi Kelompok yang diberkahi ini.

Setelah pemaparan gambaran tadi, target kita sekarang adalah mengetahui fakta-fakta penting yang didukung oleh kaidah Syar‘i berupa bukti dan dalil-dalil, yang itu akan dijadikan sebagai landasan berdirinya proyek Negara Islam Irak, yang selanjutnya itu menjadi pemicu tegaknya sebuah Negara Islam pada segolongan manusia di negeri Irak, maksud saya mereka adalah pengikut Majelis Syuro Mujahidin –semoga Alloh memudahkan mereka terhadap segala kebaikan dan menjadikan kemenangan melalui tangan mereka—.

Pertama: Majelis Syuro Mujahidin Memiliki Keunggulan Kekuatan Dan Senjata Dalam Sekali Cukup Besar Untuk Mengkontrol Wilayahnya

Ini merupakan fakta situasi yang terbentuk secara “paksa” akibat terjadinya perang melawan tentara Salibis dan kaum Murtaddin di Irak. Maka, setelah Alloh ‘Azza wa Jalla memberi taufik kepada hamba-hamba-Nya yang mau berjihad untuk mengangkat senjata dan terjun langsung ke medan jihad dan pertempuran, Alloh muliakan mereka dengan memberikan Tamkin dan posisi yang kuat di banyak daerah dan wilayah. Ini merupakan hasil wajar yang sudah menjadi hak para Mujahidin untuk mendapatkannya setelah mereka berperang dan teguh dalam peperangan tersebut, maka akibatnya terbentang di hadapan mereka area dalam jangkauan yang sangat luas di muka bumi sebagaimana telah kami singgung sebelumnya, dan terwujudlah pada diri mereka makna sebuah kekuatan dan pertahanan hakiki yang mereka miliki di berbagai wilayah yang berbeda. Maka selanjutnya, otomatis kendali kekuasaan di wilayah-wilayah yang dikuasai kembali kepada mereka, merekalah yang kemudian menjadi penentu keputusan pertama.

Mereka juga berhasil meraih persenjataan dan pertahanan yang menjadi pilar penegak sebuah negara dan pemerintahan. Sebab simbol utama dalam menegakkan Negara Islam adalah munculnya kekuasaan, sifat-sifat kepemimpinan dan senjata. Dalilnya adalah:

الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

“(yaitu)orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj: 41)

Al-Quthubi berkata (dalam Tafsir-nya: IV/ 49):

“Di sini Alloh menjadikan Amar Makruf Nahi Mungkar sebagai pembeda antara orang-orang Beriman dan Munafik. Ini menunjukkan bahwa sifat paling khusus bagi seorang Mukmin adalah Amar Makruf Nahi Munkar yang puncaknya adalah mengajak kepada Islam dan berperang untuk itu. Kemudian, sesungguhnya Amar Makruf Nahi Munkar tidak selayaknya dibebankan kepada semua orang, namun yang melaksanakannya adalah penguasa. Sebab penegakan hudud diserahkan kepadanya, hukum ta‘zir dikembalikan kepada pendapatnya, termasuk memenjarakan dan membebaskan serta membuang dan mengasingkan orang. Maka, hendaknya di setiap negeri diangkat seorang lelaki sholeh, kuat, berilmu dan terpercaya, yang dia memerintahkan dengan itu dan menegakkan hudud sesuai tuntunannya tanpa menambah sedikit pun.”

Abu `s-Su‘ud berkata (VI/ 109):

Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, adalah pensifatan dari Alloh Azza wa Jalla terhadap orang-orang yang terusir dari kampung halamannya, yaitu kelak mereka akan berkelakuan baik ketika Alloh menjadikan mereka berkuasa di muka bumi dan memberikan kendali hukum kepada mereka.”

Ayat-ayat mulia di atas mengisyaratkan akan salah satu tanda lahirnya Negara Islam, yaitu Tamkin yang tegak di atas pondasi kekuasaan yang terlaksana dan kekuatan yang mampu memberi pukulan di muka bumi. Keberadaan tanda ini menjadi penyebab pasti lahirnya Negara Islam dalam kehidupan nyata, dengan sifat-sifat kepemimpinannya dan syiar-syiarnya yang jelas seperti disebutkan dalam perkataan Al-Qurthubi tadi, yaitu menegakkan hudud, menjalankan pengadilan, dan Amar Makruf Nahi Mungkar yang merupakan hakikat agama. Kalau bukan karena sebelumnya terjadi Tamkin dan kekuatan, sifat-sifat munculnya sebuah negara tidak memiliki faedah berarti.

  • Alloh Ta‘ala berfirman:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)

Dalam ayat ini Alloh SWT menjadikan Tamkin di muka bumi dan tampaknya syiar-syiar agama sebagai pertanda datangnya kekuasaan, yang muncul dengan tersempurnakannya shulthon dan terlihatnya simbol-simbol negara yang berkuasa di atas bumi tersebut, di manapun dan sebesar apapun.

  • Alloh Ta‘ala berfirman :

وَلَنُسْكِنَنَّـكُمُ الأَرْضَ مِن بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِي وَخَافَ وَعِيدِ

“Dan Kami pasti akan menempatkan kamu dinegeri-negeri itu sesudah mereka.Yang demikian itu (adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadirat-Ku dan yang takut kepada ancaman-Ku". (QS. Ibrohim: 14)

Penempatan di muka bumi adalah: Tamkin di atasnya dan penyerahan bumi tersebut kepada mereka, seperti firman Alloh:

وأورثكم أرضهم وديارهم

“Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah dan rumah-rumah mereka…” (QS. Al-Ahzab: 27)

Obyek perkataan (khithob) dalam firman Alloh:

وَلَنُسْكِنَنَّـكُمُ

“Dan Kami pasti akan menempatkan kamu…” adalah para Rosul dan orang-orang yang beriman kepada mereka. Maka, tidak mesti Alloh menempatkan para Rosul di negeri musuhnya, namun cukup Rosul itu memiliki kekuasaan di atas negeri tersebut dan yang menempatinya adalah orang-orang beriman; sebagaimana Alloh memberikan Tamkin kepada Rosululloh di Mekkah dan tanah Hijaz yang setelah negeri ini ditaklukkan yang mendiami adalah orang-orang beriman. Artinya, kemenangan dan keunggulan merupakan pertanda berkuasanya para Rosul dan orang-orang beriman yang menyertai mereka atas bumi tersebut dan berkuasa atas pemberlakuan syariat Alloh sebagai hukum di atasnya.

  • Alloh Ta‘ala berfirman:

وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُواْ يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأَرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُواْ وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُواْ يَعْرِشُونَ

“Dan Kami wariskan kepada kaum yang telah tertindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Rabbmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir'aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka.” (QS. Al-A‘rof: 137)

Ayat ini berbicara tentang Tamkin yang diperoleh Bani Israil pasca tewasnya Fir‘aun, yang mana ciri Tamkin itu adalah mewarisi bumi dan berkuasa di atasnya. Itulah Tamkin yang Alloh kehendaki menjadi milik mereka dengan masyi’ah dan qodrat-Nya.

ونريد أن نمن على الذين استضعفوا في الأرض ونجعلهم أئمة ونجعلهم الوارثين، ونمكن لهم في الأرض ونري فرعون وهامان وجنودهما منهم ما كانوا يحذرون

“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu.” (QS. Al-Qoshosh: 5-6)

Tamkin ini terjadi setelah Bani Israil meraih kemenangan, menampakkan kekuatan dan berkuasa di atas bumi.

  • Perbuatan Nabi SAW dan para shahabatnya yang mulia ketika menegakkan Daulah Islam pertama di Madinah yang sebelumnya hanya sepetak tanah yang kecil di muka bumi. Daulah itu terbentuk hanya dengan adanya keunggulan lahiriyah dan adanya sejumlah orang, adanya kaum Anshor dan pengikut yang dengan keberadaan mereka terbentuklah kekuatan, kemenangan dan kekuasaan yang nyaris sempurna di area tanah tersebut, walaupun kecil, atau walaupun kekuasaan itu masih kurang sempurna. Maka, kalau mengkaji fase yang mengiringi berdirinya Daulah Nubuwwah, akan terlihat jelas bahwa Daulah itu dibangun atas jerih payah sekelompok kaum Anshor dan para pengikut Nabi yang mereka berhasil meraih Syaukah di dalam negerinya sendiri setelah mereka melengkapi diri dengan senjata dan kekuatan.

Ibnul Qoyyim berkata di dalam Zadul Ma‘ad:

“Dari Jabir: Bahwasanya selama sepuluh tahun di Mekkah Nabi SAW mendatangi orang-orang di rumah-rumah mereka, di Mawasim, di Majanah, di ‘Ukadz, beliau mengatakan: “Siapa yang mau memberiku tempat perlindungan? Siapa yang mau membelaku sehingga aku bisa menyampaikan risalah Robbku, kemudian dia mendapat Surga?”

Maka beliau tidak mendapat satu orang pun yang mau membela dan memberinya tempat perlindungan. Sampai-sampai ada orang yang pergi dari Mudhor atau Yaman ke tempat familinya, lalu kaumnya mengatakan kepadanya: “Hati-hatilah dengan pemuda Quraisy, jangan sampai ia menyesatkanmu.” Sementara Nabi SAW terus berkeliling kepada tokoh-tokoh mereka untuk mendakwahi mereka kepada Alloh Azza wa Jalla, tetapi mereka justeru menuding beliau dengan jari-jari mereka. Sampai akhirnya Alloh mengirim kami dari kota Yatsrib, ketika ada seorang lelaki dari kami yang mendatangi beliau dan beriman kepadanya, beliau membacakan Al-Quran kepadanya, setelah itu ia kembali kepada keluarganya dan mereka masuk Islam lantaran keislamannya. Sampai tidak tersisa satu rumah pun milik kaum Anshor kecuali di dalamnya terdapat sekelompok kaum Muslimin yang menampakkan keislamannya terang-terangan. Kemudian Alloh mengirim kami, kami berunding dan berkumpul, kami mengatakan: “Sampai kapan Rosululloh dalam kondisi terusir di gunung-gunung Mekkah dan ketakutan.” Akhirnya kami mendatangi beliau di Musim Haji, lalu beliau menjanjikan pertemuan dengan kami untuk berbaiat di Aqobah. Maka ketika itu, paman beliau, Abbas, berkata: “Wahai keponakanku, aku tidak mengenal siapa orang-orang yang datang kepadamu ini. Sungguh aku mengerti tentang penduduk Yatsrib.”

Kemudian kami berkumpul di sekeliling beliau satu orang dan dua orang. Ketika Abbas melihat wajah-wajah kami, ia berkata: “Mereka adalah kaum yang tidak kita kenal, mereka orang-orang baru.”

Maka kami katakan: “Wahai Rosululloh, atas apa kami berbaiat kepadamu?”

Rosululloh SAW bersabda: “Hendaknya kalian berbaiat kepadaku untuk mendengar dan taat dalam kondisi bersemangat atau malas, dan berinfak baik dalam kondisi sulit atau mudah, dan beramar makruf nahi mungkar, dan hendaknya kalian berkata-kata karena Alloh; tidak takut celaan orang yang mencela, dan hendaknya kalian menolongku ketika aku datang kepada kalian, dan kalian melindungiku sebagaimana kalian melindungi diri kalian, isteri-isteri dan anak-anak kalian. Setelah itu kalian akan mendapatkan surga.”

Maka kami pun berbaiat kepada beliau, As‘ad bin Zaroroh mengambil tangan beliau, dia adalah orang termuda dari ke-70 orang ini. Setelah itu ia berkata: “Tunggu sebentar, wahai penduduk Yatsrib. Sungguh kita tidak menempuh beratnya perjalanan kecuali karena kita tahu bahwa beliau adalah utusan Alloh. Dan sesungguhnya pengusiran beliau hari ini berarti adalah kita memisahkan diri dari seluruh bangsa Arab, orang-orang terbaik kalian akan terbunuh, dan kalian akan tergigit pedang. Maka, hendaknya kalian bersabar menanggungnya lalu ambillah pahala kalian di sisi Alloh, atau jika kalian menyembunyikan rasa takut di dalam hati kalian, biarkanlah ia, sesungguhnya itu lebih memaafkan kalian di sisi Alloh.”

Mereka berkata: “Wahai As‘ad, bentangkanlah tanganmu. Demi Alloh, kami tidak akan meninggalkan baiat ini dan tidak meminta dibatalkan.” Maka kami berdiri menghampirinya satu demi satu, lalu beliau mengambil sumpah dan syarat dari kami dengan jaminan Surga.”

Dari perkataan Jabir ini terlihat bahwa orang-orang Yatsrib yang menolong Nabi SAW dan berbaiat kepada beliau untuk menegakkan Islam dan membela dakwahnya tidak lebih dari 70 orang. Dengan 70 orang ini tercapai kriteria kemenangan dan kekuatan, sebab kelompok ini bersenjata dan memberikan sumpah untuk berperang serta melindungi Nabi SAW dari serangan musuh-musuh Dakwah Islam. Akhirnya, kekuasaan berhasil diraih Nabi SAW di Madinah karena di sana ada kekuatan dari golongan penduduk Yatsrib ini. Padahal kalau diamati, mayoritas mereka bukan termasuk pemuka-pemuka yang terkenal, seperti dituturkan Abbas yang merupakan orang yang faham tentang penduduk Yatsrib dan tokoh-tokohnya: “Wahai keponakanku, aku tidak mengenal siapa orang-orang yang datang kepadamu ini. Sungguh aku adala orang yang mengenali penduduk Yatsrib.”

Dan ketika Abbas melihat wajah-wajahnya, ia berkata: “Mereka adalah kaum yang tidak kita kenal, mereka orang-orang baru.”

Maka, kekuatan dan kemenangan tidak disyaratkan harus berada di tangan orang-orang tertentu atau tokoh-tokoh yang populer. Sebab kelompok yang menegakkan Negara Islam pertama mayoritas adalah orang-orang baru yang tidak populer, sebagaimana dikatakan Abbas kepada Nabi SAW.

Dan Mujahidin di Irak hari ini berhasil mengkontrol sebidang tanah yang –berkat anugerah Alloh—memiliki luas berkali lipat dibandingkan bidang tanah tempat Nabi SAW mendirikan Negara pertamanya. Jadi, faktor alasan syar‘i dari penegakkan Daulah ini terpenuhi karena adanya kandungan yang sama dengan faktor ditegakkannya Negara Islam pertama, yaitu Tamkin di atas bidang tanah yang lebih besar daripada tempat tumbuhnya Daulah Islam pertama.

As-Sarkhosi berkata di dalam Al-Mabsuth (X/ 114): “Dan dari Abu Yusuf dan Muhammad (bin Al-Hasan, penerj.) rahimahumallahu Ta‘ala disebutkan: Bahwasanya jika suatu penduduk negeri menampakkan hukum-hukum syirik, maka negeri mereka menjadi negeri Harbi. Sebab sebuah bidang tanah itu dinisbatkan kepada kita –kaum Muslimin— atau kepada mereka berdasarkan kekuatan dan keunggulan. Maka, setiap daerah yang di sana hukum Syirik unggul, berarti kekuatan di situ dikuasai oleh orang-orang Musyrik, sehingga statusnya adalah Darul Harbi. Sedangkan setiap wilayah yang unggul di sana adalah hukum Islam, maka kekuataannya berarti di tangan kaum Muslimin.”

Ini menunjukkan bahwa Manath hukum suatu negara adalah pihak yang menguasainya, sedangkan hukum itu hanya sekedar mengikutinya saja. Sebab orang kafir pasti akan menggunakan hukum-hukum orang kafir sebagaimana orang Muslim akan menggunakan hukum-hukum Islam, sebab kalau tidak berarti ia kafir.

Menjelaskan manaath ini, Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Karena negeri itu dinisbatkan kepada orang yang menguasainya, yang memerintah dan memilikinya.” (Lihat Al-Muhalla: XI/ 200)

Ditambah lagi, tidak ada nash Syar‘i, baik dari Al-Quran maupun As-Sunnah, yang meletakkan batasan tertentu mengenai luas suatu negeri yang harus ditegakkan Negara Islam di atasnya, dan tidak ada kriteria lain selain yang telah kami sebutkan yang kesemuanya berpulang kepada adanya hakikat Tamkin dan unggulnya kekuatan Syariat. Dan siapa saja yang meletakkan batas tertentu baginya, atau menentukan jumlah dan luas, atau kriteria tambahan selain dari yang kami sebutkan tadi, berarti ia telah berbuat bid‘ah di dalam agama Alloh tanpa ada sumbernya. Sebab dasar dalam hal itu adalah Nash, sementara nash tersebut tidak ada sejauh pengetahuan kami. Kecuali jika dikatakan bahwa ketika Nabi SAW menegakkan Daulah Islam pertamanya di Madinah, beliau menjadikan luas Madinah sebagai batas, sehingga kita harus berpatokan dengan ukuran tersebut.

Tapi kami katakan: Tindakan Nabi saja di sini tidak cukup untuk meletakkan batasan Syar‘i, sebab luas tersebut beliau capai secara kebetulan. Seandainya tegak Daulah Nubuwwah di tempat selain Madinah yang luasnya lebih kecil atau lebih lebar, tentu itu akan tetap berjalan tanpa berseberangan dengan prinsip Syariat atau menyelisihi Nashnya.

As-Sarkhosi berkata di dalam Al-Ushul (II/ 98):

“Ulama kami –rahimahumullah—mengatakan bahwa ketika tindakan Nabi SAW dilakukan dalam rangka memberi penjelasan tentang isi Al-Quran, lalu tindakan beliau tersebut terjadi di suatu tempat atau waktu, maka penjelasan itu terwujud dengan terjadinya tindakan beliau dan dengan sifat-sifat beliau ketika melakukannya. Adapun tempat dan waktu, maka tidak menjadi syarat di dalamnya.”

Dan harus diingat, bahwa Pemerintahan Islam di Madinah ketika itu belum sempurna. Sebab Madinah ketika adalah wilayah luas yang menjadi tempat berkumpul kelompok-kelompok yahudi yang juga memiliki kekuatan militer dan ekonomi yang tidak bisa diremehkan di kawasan Arab. Ditambah dengan adanya musuh-musuh yang selalu mengincar dakwah Islam dan para pengikutnya, baik dari dalam maupun luara Madinah. Hanya saja, pemerintahan ini mulai berangsur sempurna dan kuat setelah disyariatkannya jihad, yang mana jihad ini telah memberikan kekuatan dan kekuasaan besar bagi negara Muslimi muda ini, yang itu itu memberikan kesempatan untuk mengkokohkan pilar dan pondasi negara.

Abul Ma‘ali Al-Juwaini berkata di dalam Ghiyatsul Umam (56):

“Pondasi kepemimpinan adalah menguasai pertahanan dan banyaknya senjata dan kekuatan, semua ini tidak ada pada diri orang yang tidak ditaati.”

Catatan:

Majelis Syuro Mujahidin memperoleh dukungan masyarakat mayoritas yang tidak bisa disebutkan dukungannya secara terang-terangan demi menjaga dari serangan aliansi Salibis-Murtaddin. Ini termasuk fakta tersembunyi yang tidak tersentuh oleh media Informasi dan Stasiun televise. Hubungan dan koneksi Majelis Syuro sangat luas penyebarannya, itu membuat kami merasakan situasi di lapangan yang memperkuat bukti adanya area penyebaran yang luas bagi Majelis Syuro yang terbentang antar berbagai kabilah bangsa Irak yang bermacam-macam dan di bawah payung yang berbeda-beda dan memiliki kedudukan-kedudukan yang tinggi. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka tidak bisa terang-terangan memberikan dukungan dan bantuannya karena pertimbangan keamanan, terutama menghindari serangan pasukan Penjajah Amerika dan pembantu-pembantunya dari kalangan kaki tangan Pemerintahan Murtad. Sehingga, banyak dari mereka yang lebih memilih berhati-hati dengan memberikan bantuan secara diam-diam, atau mendukung dan menunggu saat yang tepat untuk menyatakan dukungannya, setelah itu ia tidak lagi merahasiakan bantuan dan dukungan diam-diamnya selama ini terhadap saudara-saudaranya di Majelis Syuro. Inilah faktor untuk mengatakan bahwa kedudukan Majelis Syuro adalah besar, terus mengalami peningkatan dan berpengaruh dalam diri berbagai elemen dan kelompok masyarakat. Itulah yang membentangkan jalan bagi Majelis Syuro untuk memegan tampuk kendali kekuasaan dalam proyek penegakkan Daulah, karena ia memiliki banyak pendukung dan pengikut serta menguasainya dengan kekuatan dan pertahanan seperti telah kami singgung tadi.

Kedua: Majelis Syuro Mujahidin Adalah Contoh Sebuah Persatuan Dan Sikap Saling Tolong Menolong

Tidak salah jika kami katakan bahwa Majelis Syuro Mujahidin Irak adalah teladan yang bisa ditiru dalam hal kerjasama Ahlul Halli wal ‘Aqdi dan persatuan anggotanya. Di tengah berjalannya pertempuran melawan tentara Salibis dan konco-konconya, Majelis ini memiliki peran perintisan yang istimewa dalam menyatukan Mujahidin, menyatukan barisan mereka dan membantu keputusan-keputusan yang mereka ambil. Sehingga, berbagai perkumpulan, organisasi, batalyon tempur, bergabung menjadi satu pasukan yang memiliki Komando Pusat dan Dewan Konsultasi yang rapi di bawah pengawasan yang Syar‘i serta pijakan-pijakan fikih yang mengarahkannya ke arah perkembangan yang sangat besar, yaitu mengalirnya bantuan, tertibnya perencanaan-perencanaan operasi militer, membaiknya pengaturan administrasi, di atas wilayah yang luas dan di dalam sebuah struktur organisasi yang besar. Dengan kondisi seperti ini, Majelis Syuro menjadi pemegang “kata pertama” –dengan anugerah Alloh—di mayoritas daerah Irak dan wilayah-wilayahnya yang bergolak. Jadi, Majelis Syuro beranggotakan para pembesar dan tokoh Islam yang didengar suaranya, yang memiliki pengaruh luas di kalangan kabilah dan pengikutnya, ditambah dengan orang-orang berpengalaman dalam bidang militer dan berpengalaman di medan tempur, ditambah dengan barisan para Masyayikh, para Qodhi, para penuntut Ilmu, para Dai dan orang-orang yang memiliki berbagai keahlian beragam. Maka sebenarnya Majelis Syuro adalah sebuah gambaran yang terang tentang siapa itu Ahlul Halli wal ‘Aqdi. Merekalah tokoh-tokoh kaum Muslimin yang menjadi tumpuan berbagai masalah, sebab mereka memegang kekuatan, persenjataan dan pertahanan.

Dalilnya adalah perbuatan para shahabat radhiyallahu ‘anhum ketika mereka mengangkat Utsman sebagai Khalifah. Ia diangkat melalui Dewan Majelis yang ditunjuk oleh para penasehat yang menjadi tumpuan berbagai masalah rumit, kemudian mereka semua sepakat untuk mengangkat Utsman sebagai Khalifah setelah Umar radhiyallahu ‘anhu.

Al-Mawardi berkata di dalam Al-Ahkam As-Sulthoniyah (hal. 13):

“Kemudian membaiat Utsman bin ‘Affan. Dewan Syuro yang dianggotai oleh mereka yang layak diangkat sebagai pemimpin dan disepakati, merupakan asal dari pengangkatan Imam berdasarkan penunjukkan dan dalam

[kurang hal. 29]

Kalau kita perhatikan sifat-sifat Majelis Syuro dan hakikatnya secara lebih teliti, tentu akan kita temukan bahwa ia sesuai dengan syarat dan sifat-sifat Ahlul Halli wal ‘Aqdi yang sah, kalau tidak kita katakan tidak ada Ahlul Halli wal ‘Aqdi di zaman sekarang selain Majelis ini.

Al-Mawardi berkata di dalam Al-Ahkam As-Sulthoniyah (hal. 6):

“Adapun orang-orang yang berhak memilih, syarat-syarat yang dibenarkan ada tiga: Sifat Adil (‘adalah) berikut semua syaratnya, kedua adalah ilmu yang akan menghantarkan kepada pengetahuan mengenai siapa yang berhak menerima tugas kepemimpinan sesuai syarat-syaratnya yang benar, dan ketiga adalah kecermatan dan sifat bijaksana yang keduanya akan menghantarkan untuk memilih orang yang paling baik menjadi pemimpin, yang paling lurus dan faham dalam mengatur berbagai mashlahat.”

Al-Qolqosyandi berkata di dalam Ma’aatsirul Anaaqoh (I/ 42):

“Kedelapan –dan ini yang paling benar menurut pengikut Kami dari Madzhab Syafi‘i—bahwa kepemimpinan diangkat oleh mereka yang bisa hadir ketika pembaiatan di tempat tersebut, yaitu dari kalangan Ulama, para pemuka dan tokoh masyarakat yang memiliki sifat-sifat bisa memberikan saksi. Bahkan, kalau Ahlul Halli wal ‘Aqdi bergantung kepada satu orang yang ditaati, itu sudah cukup.”

Abul Ma‘ali Al-Juwaini berkata di dalam Ghiyatsul Umam (hal. 59):

“Adapun jika ada seseorang yang sangat dihormati dan berkedudukan tinggi, setelah itu muncul baiat dari dirinya karena suatu kemashlahatan yang rahasia, lalu sebab ini diperkuat dengan adanya persenjataan yang besar, maka saya sama sekali tidak melihat kepemimpinannya itu dibatalkan dalam kondisi ini.”

Jika demikian halnya, maka Majelis Syuro adalah yang paling berhak mengangkat Imam, mengumumkan berdirinya Daulah dan memegang kendali serta kepengurusannya. Perkataan para Ulama tadi menetapkan dibenarkannya satu orang yang sangat dihormati yang mengeluarkan baiat untuk orang yang layak memimpin, dengan itu kepemimpinan semakin kuat dan pilar-pilarnya semakin menghunjam; lalu bagaimana dengan Majelis kami yang dipenuhi oleh orang-orang semacam itu, yaitu pemuka-pemuka Kaum Muslimin dan orang-orang terbaiknya yang turut mendanai, berjihad, berkorban dan memberikan andil yang baik?

Dan pengamat yang adil dalam menilai Majelis Syuro serta perjalanannya yang baik akan mengetahui secara yakin bahwa anggota-anggotanya adalah orang-orang Adil yang sesuai dengan persyaratan menjadi Ahlul Halli wal ‘Aqdi di mana mereka memiliki kewenangan untuk mengangkat seorang Imam. Bahkan, jika sifat adil mereka hanya sekedar kerelaan mereka untuk mau berjihad melawan Invasi Salibis dan pembantu-pembantunya yang murtad, serta membuyarkan konspirasi dan program yang mereka canangkan di Kawasan, tentu itu sudah cukup. Lalu bagaimana jika mereka juga orang-orang yang kapabel dalam urusan agama dan syariat, termasuk para pembela Tauhid dan Dai-dai yang menyerukan Sunnah?

Beginilah, dan ini tidak akan dilupakan atau dilalaikan sejarah, bahwa Majelis Syuro –sebagaimana sudah dimaklumi—dibangun di atas prinsip Syuro dan tukar-menukar sumbangsih dan pengalaman, merealisasikan sebuah aliansi yang selama ini hilang, yaitu bekerja sama dan bergotong royong sesuai tuntunan Syariat Islam yang sangat jarang terjadi dalam kondisi-kondisi sulit seperti yang menimpa Irak dan rakyatnya sekarang. Dan baru beberapa langkah Majelis Syuro ini berjalan, ia sudah bisa mengumumkan di hadapan seluruh manusia seruan mulianya terhadap pemuka-pemuka Muslim di Irak, sejak dari Ulama, tokoh-tokoh, para pemimpin Jihad, dan berbagai element, untuk bergabung di dalam Majelis yang diberkahi ini. Itu menguatkan apa yang dikatakan oleh Syaikh yang cerdas, Komandan yang gagah berani, Syaikh Kami, Kekasih kami, Abu Musab Al-Zarqawi –semoga Alloh menerimanya di barisan para syuhada dan mengumpulkan kita dengan beliau di Surga-Nya, Amin—. Di antara peringatan halus adalah kata-kata Syaikh rahimahullah bahwa Majelis Syuro ini akan menjadi pertanda kebaikan, benih yang bagus bagi tegaknya Daulah Islam di masa mendatang. Dan inilah yang sekarang terjadi, tanaman telah tiba saatnya untuk dimakan di waktu kami sekarang ini, buahnya sudah meranum untuk dipetik oleh putera-putera Islam dan Jihad. Karena sejak awal perjalanannya, Majelis Syuro telah meraih apa yang tidak diraih oleh kebanyakan mereka yang terlibat di lapangan. Ia membuktikan dirinya mampu melewati rintangan hawa nafsu dan sikap egois. Dengan niatnya yang jujur, hati yang bersih dan keteguhan dalam mencapai tujuan, ia berhasil melewati rintangan-rintangan berupa ambisi pribadi, ketokohan dan jabatan yang ada di hadapannya. Maka ia telah meraih kesuksesan gemilang, sehingga jalan pun terbentang di hadapannya yang menunjukkan tanda-tanda datangnya pertolongan dan irama-irama kemenangan. Dan hanya milik Alloh lah nikmat dan anugerah.

Benang merah pemaparan di atas adalah: bahwa Majelis Syuro telah menyeru para tokoh masyarakat Irak yang layak untuk menempati posisi Syuro, untuk bergabung dan bersatu. Langkah akhir dari langkah-langkah penuh berkah ini adalah mengumumkan pembentukan Hilfu Al-Muthiibiin (pengambilan sumpah orang-orang sukarela) yang menyeru para pemuka dan tokoh masyarakat Irak, baik dari ulama, pemimpin Kabilah dan komandan-komandan Jihad. Lalu menyambutlah mereka yang mau menyambut, dan mereka ini adalah kebaikan dan berkah. Sedangkan yang tidak melakukannya, dosanya ia tanggung sendiri, ia sama sekali tidak memikul tanggung jawab, dan ia tidak memiliki pembenaran yang diterima dalam berlambat-lambat atau menolak untuk berkumpul dan bersatu sesuai diperintahkan oleh Syar‘i dan dianjurkan dengan berbagai cara, sementara di saat yang sama ada kesempatan untuk membentuk ikatan yang merekatkan Ahlul Halli wal ‘Aqdi dan menyelaraskan barisan mereka.

Ketiga: Majelis Syuro Mujahidin –selanjutnya kita sebut Hilfu Al-Muthiibiin—Memiliki Kelayakan Untuk Mengumumkan Daulah Karena Tidak Adanya Orang Lain Yang Layak Atau (Kalau Ada) Mereka Lambat Dalam Mendirikannya

Dan seperti inilah kondisinya saat ini, banyak sekali mereka yang menyatakan dirinya sebagai Ahlus Sunnah tiada hentinya melakukan pekerjaan-pekerjaan sia-sia seperti fatamorgana di tanah tandus yang dikira orang haus sebagai air, tetapi ketika ia datangi ternyata ia tidak menemukan apa-apa. Banyak sekali para pakar dan pekerja di dunia politik yang berusaha keras mewujudkan berbagai keberhasilan bagi kaum Sunni di Irak, mereka mengumumkan kepada khalayak keriuhan dan janji-janji kosong yang tidak dijajakan selain dalam “pasar pengkelabuan dan penipuan”, mereka juga membohongi putera-putera Umat dan menjerumuskan banyak dari mereka ke dalam perangkap sistem pemilu dan parlemen, setelah itu mereka tidak mendapatkan hasil apa-apa di balik semua itu. Bahkan mereka masuk ke dalam jurang yang tak berujung. Kondisi ini semakin diperparah dengan mulai munculnya gejala-gejala mundurnya sebagian kelompok yang tadinya bergabung dalam dunia Jihad, atau aksi perlawan menurut istilah mereka. Bahkan sebagian dari mereka –yaitu kelompok Al-Jaisy Al-Islami—berterus terang menyatakan kesiapannya berunding dengan Amerika, baik di bawah syarat-syarat yang diumumkan atau tidak diumumkan.

Jadi, satu hal yang pasti bahwa orang-orang yang berjuang di medan tempur bersikap lamban dalam menegakkan Daulah, baik karena sikap meremehkan, atau karena memiliki kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugas Daulah dan kurangnya segi pertahanan dan persenjataan yang merupakan pondasi dalam sebuah pemerintahan. Dan telah disebutkan tadi perkataan Abul Ma‘ali Al-Juwaini masalah keterlambatan Ahlul Halli wal ‘Aqdi dalam menunaikan kewajiban ini, ia berkata:

“Kami katakan mengenai masalah ini, jika orang-orang yang mengangkatnya meremehkan atau menunda penunjukkan Imam, sementara masa vakum berjalan lama, kesulitan semakin bertambah, wilayah-wilayah kekuasaan semakin menyebar luas, dan faktor-faktor kekurangan mulai nampak, lalu ada orang yang layak menjadi imam maju dan mengajak untuk mengikuti dirinya, mencoba menyatukan yang tersebar dan menolak faktor-faktor yang menyebabkannya lupa diri, jika ada orang yang memiliki sifat yang kami sebutkan ini unggul dalam hal kekuatan yang sempurna sehingga keunggulan itu tidak membawanya kepada perbuatan fasik, maksiat dan keluar dari agama, jika itu terjadi dan jika meninggalkannya serta mengangkat orang selainnya akan mengakibatkan terjadi berbagai fitnah dan perkara-perkara yang dilarang, maka yang benar ia harus disetujui, kepatuhan diberikan kepadanya dan tangan-tangan orang yang mengangkat diulurkan kepadanya.”

Oleh karena itu, solusi Syar‘i untuk situasi seperti sekarang ini adalah bersegera menunaikan kewajiban syar‘i yaitu menegakkan Daulah, dengan kemampuan yang memungkinkan, bisa dijangkau, dan sesuai dengan kondisi yang paling bisa memberi keamanan dan yang paling tepat, sebagai realisasi dari firman Alloh Azza wa Jalla:

فاتقوا الله ما استطعتم

“Maka bertakwalah kepada Alloh semampu kalian…” (QS. At-Taghobun: 16)

Dan firman Alloh:

لا يكلف الله نفساً إلا وسعها

“Alloh tidak membebani suatu jiwa kecuali sebatas kemampuannya…” (QS. Al-Baqoroh: 286)

Dan sabda Nabi SAW:

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم

“Jika kuperintahkan sesuatu kepada kalian, laksanakanlah semampu kalian…” (HR. Bukhori Muslim)

Terlebih lagi, bahwa Majelis Syuro adalah perintis pertama dalam menegakkan Daulah dan mengumumkannya ketika hal itu tidak ada dalam diri orang lain yang sebenarnya layak melakukannya. Dan kebiasaan Syariat adalah memberikan keutamaan bagi yang lebih awal di saat banyaknya kepemimpinan yang saling bertemu. Seperti disebutkan dalam Shohih Bukhori Muslim, dari Abu Huroiroh dari Nabi SAW beliau bersabda:

كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه نبي وإنه لا نبي بعدي وسيكون خلفاء فيكثرون)، قالوا فما تأمرنا ؟ قال (فوا ببيعة الأول فالأول أعطوهم حقهم فإن الله سائلهم عما استرعاهم)

“Dahulu Bani Israil dipimpin oleh para Nabi, setiap kali seorang Nabi meninggal dunia digantikan oleh Nabi berikutnya. Dan tidak ada Nabi lagi setelahku, yang ada kelak adalah para khalifah, mereka akan banya jumlahnya.”

Para sahabat bertanya: “Lalu, apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Rosululloh menjawab: “Tunaikanlah baiat yang paling pertama kemudian yang paling pertama, berikan hak mereka karena sesungguhnya Alloh akan meminta pertanggung jawab terhadap apa yang mereka pimpin.”

Alloh Ta‘ala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Tauba: 100)

Di sini, Alloh lebih mengedepankan orang yang terdahulu daripada yang lain.

Alloh Ta‘ala juga berfirman:

لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

Sesungguh nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At-Taubah: 108)

Di sini Alloh menjadikan kelebihan bagi Masjid yang pertama karena dibangun di atas ketakwaan sejak hari pertamanya.

Demikian juga dalam hal mendahulukan orang yang menjadi imam dalam sholat. Di dalam sebuah hadits shohih disbeutkan dari Nabi SAW beliau bersabda:

يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله، فإن كانوا في القراءة سواء فأعلمهم بالسنة، فإن كانوا في السنة سواء فأقدمهم هجرة، فإن كانوا في الهجرة سواء فأقدمهم سناً

“Hendaknya yang mengimami suatu kaum adalah yang paling mahir membaca Al-Quran. Jika mereka sama dalam hal bacaan Al-Quran, maka yang paling mengerti tentang Sunnah. Jika dalam Sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah. Jika dalam hijrah mereka sama, maka yang paling tua usianya.”

Beliau mendahulukan Imam berdasarkan kelebihan dari sisi ilmu, setelah itu kelebihan dari sisi amal. Beliau mengedepankan orang yang mengerti Al-Quran daripada yang mengerti Sunnah, setelah itu yang paling dahulu mendatangi Dinul Islam menurut pilihannya sendiri, setelah orang yang paling dahulu mendatangi Dinul Islam dari segi usia.