Telah jelas dari pembahasan Masalah yang telah lewat, bahwa menerapkan syari`at Islam merupakan bagian dari kewajiban-kewajiban syar`i yang harus dikerjakan oleh setiap muslim, baik ia penguasa ataupun rakyat, dan bahwasanya menerapkan syari`at Islam adalah wajib, masuk dalam kategori pokok iman dan masuk dalam pengaktualisasian tauhidullah `Azza wa Jalla. Sebagaimana menolak penerapan syari`at Islam sebagai hukum yang berlaku bagi mereka, merusak pokok iman dan membatalkan tauhid.
Wajibnya menerapkan syari`at Islam berhubungan dengan dua hal, yakni : Hukum-hukum syari`at mampu memenuhi kebutuhan manusia dan mampu mewujudkan berbagai maslahat duniawi dan ukhrawi mereka. Inilah penjelasannya masing-masing:
Pertama: Hukum syari`at mampu memenuhi berbagai kebutuhan manusia hingga hari kiamat.
Mengingat bahwa risalah Nabi Saw itu berlaku umum untuk seluruh ummat manusia, baik waktu maupun tempatnya, hingga hari kiamat. Maka menerapkan syari`atnya adalah wajib bagi setiap orang yang mengimaninya. Tentu saja hal ini menuntut supaya syari`atnya bisa memenuhi apa saja hukum-hukum yang dibutuhkan manusia dalam semua urusan-urusan mereka hingga hari kiamat. Pemenuhan syari`at terhadap kebutuhan manusia adalah pasti berdasarkan dalil-dalil naqli. Di antaranya ialah:
Firman Allah Ta`ala:
(ونزّلنا عليك الكتاب تبياناً لكل شيء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين)
"Dan Kami telah menurunkan Al Kitab (Al Qur`an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (Qs An Nahl 89)
Dan firman Allah Ta`ala:
(اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا)
"Dan pada hari ini telah Aku sempurnakan agama kalian untuk kalian dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama kalian." (Qs Al Maa-idah 3)
Dan firman Allah Ta`ala:
(فإن تنازعتم في شيء فردّوه إلى الله والرسول)
"Kemudian jika kalian berselisih dalam sesuatu perkara, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur`an) dan Rasul (sunnahnya)" (Qs An Nisaa` 59)
Dan firman Allah Ta`ala:
ومااختلفتم فيه من شيء فحكمه إلى الله)
"Dan perkara apa saja yang kalian perselisihkan di dalamnya, maka hukum (untuk memutuskan) nya dikembalikan kepada Allah" (Qs Asy Syuuraa 10)
Nash-nash di atas menunjukkan bahwa syari`at bisa memenuhi semua hukum-hukum yang dibutuhkan ummat manusia dalam segala urusan mereka, dan dalam menyelesaikan persengketaan-persengketaan mereka, dan dalam mengangkat perselisihan-perselisihan mereka. Syari`at Islam adalah syari`at yang sempurna, seperti dikatakan oleh Allah Tabaaraka wa Ta`aala.
Makna yang sempurna bukan berarti menyebutkan setiap masalah furu` satu-persatunya di dalam syari`at. Kesempurnaan dan ketercakupan itu terwujud dengan nash yang menunjukkan hukum-hukum dan kaedah-kaedah umum, di mana masuk ke dalam cakupannya semua persoalan-persoalan juz`i/partial yang hanya bisa dihitung oleh Allah Ta`ala.
Untuk mengukuhkan hal ini, Ibnu Taimiyah rhm berkata: (Pendapat yang benar yang dianut oleh mayoritas ulama pemimpin ummat adalah bahwa nash-nash Al Qur`an bisa memenuhi sebagian besar hukum-hukum perbuatan hamba. Dan di antara mereka ada yang berpendapat bahwa hukum syari`at memenuhi semua itu. Adapun jika ada yang mengingkarinya, maka itu disebabkan karena dia tidak memahami makna nash-nash yang umum, yakni perkataan-perkataan Allah dan Rasul-Nya, dan kekomprehensipannya terhadap hukum-hukum perbuatan hamba. Itu karena Allah mengutus Muhammad Saw dan membekalinya dengan jawaami`ul kalam. Jadi beliau berbicara dengan perkataan yang mengandung arti luas dan umum, yaitu perkara-perkara kulli/global dan kaedah umum yang mencakup berbagai macam bentuk persoalan. Sedangkan bentuk-bentuk persoalan tersebut mencakup spesifikasi-spesifikasi persoalan yang tak terhingga jumlahnya. Jadi dengan cara ini, nash-nash syar`i meliputi hukum-hukum perbuatan hamba." Majmuu` Fatawa XIX/280.
Dalam mengulas firman Allah Ta`ala(اليوم أكملت لكم دينكم) "Hari ini telah Aku sempurnakan agamakalian untuk kalian", Asy Syathibi rhm berkata:
(Kalau sekiranya yang dimaksud dengan kata sempurna dalam ayat di atas adalah menurut tercapainya perkara-perkara juz`iyah/parsial secara nyata, maka sesungguhnya perkara-perkara juz`iyah itu tidaklah ada batas akhirnya, sehingga ia tak dapat dibatasi dengan hitungan. Ada sebagian ulama yang menetapkan kata sempurna dengan makna pengertian di atas. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kata sempurna adalah menurut kaedah-kaedah global yang dibutuhkan untuk mencapai kesempurnaan tersebut. Di mana kasus-kasus kejadian yang tidak terhingga jumlahnya itu tadi berjalan menurut kaedah-kaedah global." Al I`tishaam, Asy Syathibi II/305.
Mengeluarkan hukum-hukum persoalan juz`i dari nash-nash dan dari kaedah-kaedah kulli adalah pekerjaan Mufti dan Qadhi. Telah terjadi kelalaian dalam persoalan ini pada beberapa kurun waktu yang telah lewat. Ada sebagian orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ilmu syar`i (baca: mengaku sebagai ulama) yang mengatakan bahwa tidak boleh bagi mereka berfatwa dalam masalah-masalah baru/aktual yang belum pernah dibahas hukumnya oleh perkataan salah seorang ulama mutaqaddimin. Dengan pendapat mereka itu, maka mereka telah menyempitkan rahmat Allah yang demikian luas. Mereka membuka pintu lebar-lebar kepada para penguasa yang telah ditutup hati mereka oleh Allah dan hanya memperturutkan hawa nafsu mereka, untuk mengadopsi hukum-hukum Perancis dengan dalih alasan bahwa syari`at Islam tidak mampu memenuhi tuntutan terhadap persoalan-persoalan aktual yang muncul. Telah saya singgung masalah ini dalam hukum-hukum mufti pada Bab Kelima dari buku ini, yakni saat membicarakan tentang Masalah "Apakah seorang mufti boleh menyampaikan fatwa terhadap satu kasus kejadian yang belum pernah dibahas sama sekali hukumnya oleh para ulama terdahulu?" Pengadobsian hukum-hukum Perancis ini dimulai pertama kalinya pada masa pemerintahan Daulah `Utsmaniyah. Berawal dari hukum-hukum perdagangan kemudian diikuti selanjutnya dengan hukum-hukum yang lain pada pertengahan abad 19 M. Apa yang dilakukan oleh Daulah `Utsmaniyah ini diikuti pula oleh negeri-negeri Islam yang masuk dalam wilayah kekuasaannya, yakni negeri-negeri Arab. Penjajahan kaum salibi terhadap negeri-negeri Islam --yang lebih dikenal dengan istilah kolonialisme baru-- turut membantu akselarasi/percepatan dalam menempatkan hukum-hukum positip dan sistem Perancis sebagai ganti syari`at Islam. Bukan hanya dalam aspek perundang-undangan dan pengadilan saja, tapi dalam seluruh aspek, seperti politik Dalam Negeri dan Luar Negeri, dalam aspek Pendidikan, Penerangan dan Ekonomi, sebagaimana penjelasan mengenai hal ini telah saya sampaikan pada Masalah Pertama dari topik bahasan ini. Penggantian ini mengakibatkan terbentuknya pola kehidupan sosial baru bagi kaum muslimin, dengan pola kehidupan sosial ala Perancis, sebagaimana bisa kita saksikan sekarang.
Telah anda ketahui dari nash-nash di muka dan dari perkataan Ibnu Taimiyah serta Asy Syathibi bahwa hukum-hukum syari`at bisa memenuhi hukum-hukum yang dibutuhkan ummat manusia sampai hari kiamat. Allah Ta`ala telah mencukupkan kita dengan hukum-hukum itu sehingga kita tidak memerlukan lagi kepada hukum-hukum yang lain. Jika tidak demikian, pasti ummat manusia membutuhkan seorang Nabi setelah Nabi kita Saw, dan membutuhkan agama setelah agamanya. Dan ini jelas-jelas mustahil.
Dalam menjelaskan kekomprehensipan hukum-hukum syari`at dan pemenuhannya terhadap hajat ummat manusia, Ibnul Qayyim rhm berkata:
(Di antaranya: Bahwa firman Allah Ta`ala (فإن تنازعتم في شىء) "Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu" Kata sesuatu dalam konteks syarat tersebut adalah nakirah/indefinit (tidak tertentu), mencakup semua masalah-masalah agama yang diperselisihkan orang-orang beriman, baik yang kecil maupun yang besar, yang jelas maupun yang samar, sekiranya dalam Kitabullah dan Rasul-Nya tidak terdapat penjelasan hukum dari apa yang mereka perselisihkan dan tidak pula mencukupi, maka Allah tidak akan memerintahkan orang-orang beriman untuk mengembalikan persoalan kepada-Nya, sebab mustahil Allah Ta`ala memerintah untuk mengembalikan perkara saat terjadi perselisihan, kepada siapa yang tidak memiliki kapasitas untuk memutuskan perselisihan.
Di antaranya: Ummat telah bersepakat bahwa mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Allah maksudnya ialah: mengembalikan kepada Kitab-Nya, sedangkan mengembalikan kepada Rasul Saw maksudnya ialah: mengembalikan kepadanya semasa hidupnya dan kepada sunnahnya setelah wafatnya.) I`laam al Muwaqqi`iin juz: I hal: 49.
Dalam menjelaskan pemenuhan syari`at terhadap berbagai maslahat yang dihajatkan manusia hingga hari kiamat, Ibnul Qayyim rhm berkata: (Ini adalah prinsip di antara prinsip-prinsip utama syari`at dan yang paling bermanfaat. Prinsip ini dibangun di atas satu huruf, yaitu keumuman risalah Nabi Saw dalam kaitannya dengan segala sesuatu yang dihajatkan manusia dalam pengetahuan mereka, ilmu-ilmu mereka dan perbuatan-perbuatan mereka, dan bahwa ummatnya tidak lagi menghajatkan seorangpun sesudahnya. Hajat mereka hanyalah kepada orang yang menyampaikan risalah yang dia bawa kepada mereka. Jadi risalahnya mempunyai dua keumuman yang senantiasa terjaga, yang tak bisa ditembus oleh pengkhususan apapun: Keumuman dalam hubungannya dengan objek risalahnya, dan umum pula dalam hubungannya dengan semua perkara yang dihajatkan manusia dalam prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya. Jadi risalahnya itu mencukupi, menjawab segala persoalan dan berlaku umum, tidak membutuhkan yang lain. Tidak sempurna keimanan terhadapnya kecuali dengan mengukuhkan keumuman risalah Nabi Saw dalam aspek yang ini maupun aspek yang itu. Jadi tak seorang mukallafpun yang keluar dari risalahnya, dan tak ada bagian di antara bagian-bagian kebenaran yang dihajatkan ummat manusia dalam ilmu-ilmu mereka dan amal-amal mereka yang keluar dari risalah yang dibawanya.
Rasulullah Saw. telah wafat, dan tiada seekor burungpun yang mengepakkan sayapnya di langit melainkan beliau telah menyampaikan kepada ummat ilmu tentangnya, dan mengajarkan kepada mereka segala sesuatunya hingga adab masuk WC, adab berjima`, tidur, bangun dan duduk, makan dan minum, naik dan turun dari kendaraan, safar dan muqim, diam dan bicara, uzlah dan bergaul, kaya dan miskin, sehat dan sakit, dan semua hukum-hukum kehidupan dan kematian; beliau telah menggambarkan kepada mereka `Arasy dan Kursi (Allah), malaikat dan jin, surga, neraka dan hari kiamat, serta apa-apa yang ada di dalamnya seolah-olah telah dilihat beliau dengan mata kepalanya sendiri; beliau telah menerangkan kepada mereka sesembahan mereka dan Tuhan mereka dengan keterangan yang amat sempurna hingga seolah-olah mereka melihat-Nya dan menyaksikan-Nya sendiri dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya dan ciri-ciri keagungan-Nya; dan menerangkan kepada mereka kisah para Nabi dan ummat-ummatnya serta apa yang terjadi pada mereka dan apa yang menimpa mereka hingga seolah-olah mereka berada di antara mereka (Nabi dan ummatnya); dan menerangkan kepada mereka jalan-jalan kebaikan dan kejahatan, kecil dan besarnya, yang belum pernah diterangkan oleh seorang Nabi kepada ummatnya sebelumnya; dan menerangkan kepada mereka berbagai ihwal kematian dan peristiwa yang terjadi sesudahnya di alam barzakh, serta kenikmatan dan siksaan yang dialami oleh ruh dan badan di dalamnya, dengan keterangan yang belum pernah disampaikan oleh Nabi selainnya. Demikian pula beliau Saw. menerangkan kepada mereka dalil-dalil tauhid, kenabian, negeri akherat dan penolakan terhadap semua sekte-sekte penganut kekafiran dan kesesatan, dan bagi yang mengetahuinya tidak lagi menghajatkan keterangan orang-orang sesudahnya, ya Allah, kecuali kepada orang yang menyampaikannya kepadanya dan menerangkannya dan menjelaskan apa yang masih nampak samar padanya. Demikian pula Nabi Saw. menerangkan kepada mereka tentang tipu daya/siasat perang dan menghadapi musuh serta cara-cara untuk mencapai kemenangan, sekiranya mereka mengetahuinya, memahaminya dan menjaganya dengan benar, maka musuh tak bakal mampu menghadapi mereka selama-lamanya. Demikian pula Nabi saw. menerangkan kepada mereka tipu daya Iblis dan cara-caranya untuk menyesatkan mereka, dan apa-apa yang bisa menjaga mereka dari tipu daya dan muslihatnya, dan apa-apa yang membuat mereka bisa menolak kejahatannya, dengan keterangan yang tidak memerlukan lagi tambahan penjelasan atasnya. Demikian pula Nabi Saw menerangkan kepada mereka peri keadaan jiwa mereka, ciri-ciri sifatnya, rekayasa dan intrik-intriknya serta rahasia-rahasianya dengan keterangan yang mereka tidak membutuhkan lagi keterangan kepada selainnya. Demikian pula Nabi Saw. menerangkan kepada mereka tentang urusan-urusan penghidupan mereka, yang sekiranya mereka mengetahuinya dan mengamalkannya, niscaya akan baik dan lurus dunia mereka.
Pendek kata, Nabi Saw. datang pada mereka membawa kebaikan dunia dan akherat keseluruhannya, dan Allah tidak membuat mereka menghajatkan kepada seseorang selainnya. Maka bagaimana pantas meyakini bahwa syari`at-Nya yang sempurna, yang mana dunia belum pernah memunculkan suatu syari`at yang lebih sempurna darinya adalah kurang dan ia membutuhkan kepada --politik yang menyimpang darinya untuk menyempurnakannya, atau qiyas atau hakekat atau logika yang menyimpang darinya?-- Siapa yang meyakini hal ini, maka ia seperti orang yang meyakini bahwa manusia membutuhkan Rasul lain sesudahnya. Ini semua disebabkan karena apa yang dibawa Nabi Saw. masih tersembunyi oleh orang yang meyakini hal itu, dan karena sedikitnya bagian dia dari pemahaman yang diberikan Allah kepada para sahabat Nabi-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mencukupkan diri dengan apa yang dibawa Nabi Saw, dan merasa cukup dengannya dan tidak membutuhkan kepada selainnya. Dengan pemahaman itu mereka membuka hati manusia dan menakhlukkan negeri-negeri (dunia). Mereka berkata: "Inilah wasiat Nabi kita kepada kita, dan ia adalah wasiat kami kepada kalian." Dahulu `Umar ra melarang para sahabat untuk menekuni hadits yang berasal dari Rasulullah Saw, karena khawatir hal itu bisa mengalihkan perhatian mereka dari Al Qur`an. Lantas bagaimana andaikata dia melihat kesibukan manusia menekuni pendapat-pendapat mereka, ampas-ampas pemikiran mereka dan sampah-sampah akal pikiran mereka sehingga memalingkan mereka dari Al Qur`an dan Al Hadits? Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya.
Allah Ta`ala berfirman:
(أو لم يكفهم أنا أنزلنا عليك الكتاب يُتْلَى عليهم، إن في ذلك لرحمة وذكرى لقوم يؤمنون)
"Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepada mu Al Kitab (Al Qur`an) yang dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Qur`an) itu benar-benar terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman" (Qs Al `Ankabuut 51)
Allah Ta`ala berfirman:
(وأنزلنا عليك الكتاب تبياناً لكل شىء وهدى ورحمة وبشرى للمسلمين)
"Dan telah Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri" (Qs An Nahl 89)
Allah Ta`ala berfirman:
(ياأيها النـاس قـد جاءتكـم موعظة من ربكم، وشفاء لما في الصدور، وهدى ورحمة للمؤمنين)
"Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang ada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang beriman" (Qs Yunus 57) ) Selesai perkataan Ibnul Qayyim (I`laam al Muwaqqi`iin juz: 375-377)
Kedua: Syari`at dapat mewujudkan berbagai maslahat duniawi dan ukhrawi ummat manusia.
Ilmu tentang hukum-hukum syari`at dan pemenuhannya terhadap berbagai maslahat ummat manusia, menghasilkan ilmu tentang sifat-sifat Dzat yang mensyari`atkannya, yakni Allah Tabaaraka wa Ta`aala. Dia, Allah Swt, adalah (أحكم الحاكمين) "Hakim yang seadil-adilnya" Qs Hud 45; dan Dia, Allah Swt, adalah(خير الحاكمين) "Hakim yang sebaik-baiknya" Qs Yusuf 80; dan Dia, Allah Swt, adalah (العليم الحكيم) "Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana Qs Yusuf 83; dan Dia, Allah Swt, adalah (خير الراحمين) "Sebaik-baik pengasih" Qs Al Mu`minun 118; dan Dia, Allah Swt, (يقضي بالحق والذين يدعون من دونه لايقضون بشيء، إن الله هو السميع البصير) "Menghukum dengan kebenaran. Dan sesembahan-sesembahan yang mereka seru selain Allah tidak dapat menghukum dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat" Qs Al Mu`min 20; dan Dia, Allah Swt, (يقصُّ الحق وهو خيرالفاصلين) "Menceritakan yang benar, dan Dia adalah sebaik-baik Pemisah –yang baik dan yang batil-" Qs Al An`aam 57; dan Dia, Allah Swt, adalah (عليم بـذات الصـدور) "Dia mengetahui segala isi hati" Qs Al Hadiid 6; dan Dia, Allah Swt (يعلم خائنة الأعين وماتخفي الصدور) "Mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati." Qs Al Mu`min 19; dan Dia, Allah Swt "Mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan rahasia) antara empat orang, melainkan Dia-lah yang kelimanya. Dan tiada (pembicaraan rahasia) antara lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula pembicaraan rahasia) antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka atas apa yang mereka perbuat pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu." Qs Al Mujaadilah 7).
Allah Ta`ala berfirman:
(ألا يعلم من خَلَق وهو اللطيف الخبير)
"Apakah Allah Yang menciptakan tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan kamu rahasiakan?); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui" (Qs Al Mulk 14)
Allah Ta`ala berfirman:
ولقد خلقنا الإنسان ونعلم ماتوسوس به نفسه ونحن أقرب إليه من حبل الوريد
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Qs Qaaf 16)
Dan Dia, Allah Swt:
"Kepada-Nyalah kalian kembali. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada kalian atas apa-apa yang dahulu kalian kerjakan.
Dan Dia Maha Perkasa di atas hamba-hamba-Nya, dan Dia mengutus kepada kalian malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salahseorang di antara kalian, maka para utusan Kami mematikannya, sedang mereka tidak melalaikan kewajibannnya..
Kemudian mereka (hamba-hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Tuan Pemilik mereka yang sebenarnya. Ketahuilah bahwa (keputusan) hukum (saat) itu adalah kepunyaan-Nya. Dan Dia adalah secepat-cepat Pembuat perhitungan." (Qs Al An`aam 60-61)
Dan Dia Allah Swt:
"Kepada-Nyalah kalian semua akan kembali, sebagai janji yang benar dari Allah. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya, kemudian mengulangnya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi balasan kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal shaleh dengan adil. Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka minuman air yang panas serta adzab yang pedih disebabkan kekafiran mereka" (QS Yunus 4)
Inilah sebagian dari sifat-sifat Syaari` (pembuat syari`at) `Azza wa Jalla. Bukankah syari`at-Nya itu ada karena pengaruh dari sifat-sifat-Nya? Jawabannya adalah "Ya, tentu saja". Dengan sifat-sifat itu, Allah menamai syari`at-Nya. Jadi ia adalah syari`at yang baik, syari`at pembawa rahmat, syari`at yang adil, syari`at yang bijaksana, dan syari`at yang menjaga berbagai maslahat duniawi dan ukhrawi ummat manusia.
Allah `Azza wa Jalla berfirman:
(إن هذا القرآن يهدي للتي هى أقوم)
"Sesungguhnya Al Qur`an ini menunjukkan kepada (jalan) yang lebih lurus" (Qs Al Israa` 9)
(ياأيها الناس قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وهدى ورحمة للمؤمنين)
"Wahai manusia, telah datang kepada kalian peringatan dari Tuhan kalian, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Qs Yunus 57)
Allah Ta`ala berfirman:
(أو من كان ميتاً فأحييناه وجعلنا له نوراً يمشي به في الناس، كمن مثلُه في الظلمات ليس بخارج منها، كذلك زُين للكافرين ماكانوا يعملون)
"Dan apakah orang yang sudah mati, kemudian Kami hidupkan dia, dan Kami berikan kepadanya cahaya, dan dengan cahaya itu dia bisa berjalan di tengah-tengah manusia adalah sama seperti orang yang berada dalam kegelapan, yang sekali-kali dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah Kami jadikan orang-orang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan." (Qs Al An`aam 122)
Allah Ta`ala menyifati syari`at-Nya bahwa ia adalah cahaya, rahmat, penyembuh dan petunjuk, sebagaimana Allah menyifati Nabi-Nya Saw yang Dia utus untuk membawa syari`at ini dengan firman-Nya:
(وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين)
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta" (Qs Al Anbiyaa` 107)
Ini adalah sifat-sifat Syaari` `Azza wa Jalla, apakah di kalangan orang-orang kafir lagi najis yang membuat hukum-hukum positip itu terdapat seseorang yang memiliki sebagian dari sifat-sifat di atas? Apakah di tengah tengah mereka ada Ahkamul Haakimiin (hakim yang seadil-adilnya) atau ada Arhamur Raahimiin (Yang paling penyayang di antara para penyayang)? Apakah di antara mereka ada yang mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi, dan mengetahui pandangan mata yang khianat, dan mengetahui apa-apa yang tersembunyi di dalam hati?
Allah Ta`ala berfirman:
(قل هل من شركائكم من يبدؤا الخلق ثم يعيده؟ قل الله يبدؤا الخلق ثم يعيده، فأنى تؤفكون؟ * قل هـل من شركائكـم من يهـدي إلى الحـق؟ قل الله يهدي للحق، أفمن يهدي إلى الحق أحق أن يتبع أمَّن لا يَهِدّي إلا أن يُهْدَى؟ فما لكم كيف تحكمون؟)
"Katakanlah: "Apakah di antara sekutu-sekutu kalian ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulangnya (menghidupkannya) kembali" Katakanlah:"Allah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali, maka bagaimana kalian dipalingkan (kepada menyembah selain Allah)?
Katakanlah:"Apakah di antara sekutu-sekutu kalian ada yang bisa memberi petunjuk kepada kebenaran?" Katakanlah: "Allah-lah yang memberi petunjuk kepada kebenaran. Maka apakah orang yang memberi petunjuk kepada kebenaran itu lebih berhak diikuti ataukah orang yang tidak dapat memberi petunjuk kecuali (bila) diberi petunjuk? Mengapa kalian (berbuat demikian)? Bagaimanakah kalian mengambil keputusan?" (Qs Yunus 34-35)
Apakah di antara orang-orang kafir lagi najis pembuat syari`at yang menandingi syari`at Allah itu ada yang bisa memberitahukan kepada manusia terhadap apa yang dahulu mereka lakukan di hari kiamat? Tentang perkara apakah Allah Ta`ala akan menanyakan pada makhluk-Nya kelak di hari kiamat? Tentang syari`at-Nya dan apa yang mereka perbuat di dalamnya ataukah tentang hukum-hukum positip? Tak ada keraguan lagi bahwa Allah Swt akan menanyakan pada mereka tentang syari`at-Nya, sebagaimana firman-Nya:
(ويوم يناديهم ماذا أجبتم المرسلين، فعَمِيَت عليهم الأنباء يومئذ فهم لايتساءلون، فأما من تاب وآمن وعمل صالحاً فعسى أن يكون من المفلحين)
"Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata: "Apakah jawaban kalian terhadap (seruan) para Rasul?
Maka tertutuplah (tersembuyilah) bagi mereka segala macam alasan pada hari itu, dan mereka tidak berani saling bertanya.
Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang shaleh, maka semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung." (Qs Al Qashshash 65-67)
Ketahuilah bahwa di sana ada maslahat-maslahat yang mana manusia tidak akan bisa menegakkan agama mereka dan tidak bisa lurus dunia ataupun akherat mereka kecuali dengan menjaga maslahat-maslahat tersebut. Apabila maslahat-maslahat ini diabaikan, maka akan rusaklah dunia manusia dan akherat mereka. Maslahat-maslahat inilah yang dikenal dengan istilah "Lima Kepentingan Utama", yakni: Penjagaan agama, penjagaan jiwa, penjagaan akal, penjagaan nasab/keturunan dan kehormatan serta penjagaan harta. Syari`at datang untuk menjaga kepentingan-kepentingan utama ini dan memelihara maslahat-maslahat ini secara benar dan sempurna, sebagaimana penjelasan mengenai hal ini akan saya sampaikan sebentar lagi Insya Allah. Di sisi lain, hukum-hukum positip kafir datang untuk mengabaikan kepentingan-kepentingan ini dan menyia-nyiakan kelima maslahat utama ini, sebagaimana penjelasan mengenai hal ini akan saya sampaikan nanti pada Masalah berikut Insya Allah. Pengabaian terhadap lima kepentingan utama ini termasuk sebagian di antara tanda-tanda kiamat dan isyarat-isyaratnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
(إن من أشراط الساعة أن يُرفع العلم ويثبت الجهل ويُشرب الخمر ويظهر الزنا)
"Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah ilmu diangkat, kebodohan dimapankan, khamer diminum dan zina nampak secara terang-terangan"
Dan dalam riwayat yang lain dikatakan:
(من أشراط الساعة أن يقل العلم ويظهر الجهل ويظهر الزنا وتكثر النساء ويقل الرجال حتى يكون لخمسين امرأة القيّم الواحد)
"Di antara tanda-tanda kiamat ialah: Sedikit ilmu, timbul kebodohan, zina nampak secara terang-terang, banyak perempuan dan sedikit lelaki, sehingga lima puluh wanita hanya dijaga oleh seorang lelaki." Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari no: 80,81.
Maksud diminumnya khamer dan nampaknya zina ialah: Perbuatan keji ini banyak dilakukan manusia dan sangat masyhur, sebagaimana hal tersebut disinyalir dalam hadits-hadits yang lain. Dan banyaknya perempuan disebabkan oleh banyaknya fitnah, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya banyak menyebabkan terbunuhnya kaum lelaki. Sebagaimana keterangan mengenai hal ini datang dalam sebagian hadits-hadits yang membicarakan tentang tanda-tanda kiamat. Di dalamnya disebutkan (ويكثر القتل) "Banyak terjadi pembunuhan". Adapun sebab adanya tanda-tanda kiamat yang telah disebutkan dalam hadits di muka ialah seperti yang dikatakan Ibnu Hajar rhm berikut:
(Seolah-olah kelima perkara ini disebut secara khusus karena keadaannya yang memberitahukan tentang kacaunya urusan, yang dengan menjaganya akan tercapai kebaikan penghidupan dunia dan akherat, kelima perkara itu adalah: Agama, oleh karena diangkatnya ilmu akan merusak agama; dan akal, oleh karena minum khamer akan merusak akal; dan nasab, oleh karena zina akan merusak nasab; dan jiwa serta harta, oleh karena banyaknya fitnah akan merusak jiwa dan harta. Al Karmani berkata: "Kacaunya perkara-perkara ini memberitahukan tentang kerusakan dunia, oleh karena manusia tidak dibiarkan begitu saja (berbuat menurut keinginannya masing-masing), sementara tidak ada Nabi setelah Nabi kita Saw., maka menjaga lima perkara tersebut menjadi fardhu `ain hukumnya. Al Qurthubi mengatakan dalam kitab "Al Mufham": "Dalam hadits ini terdapat tanda di antara tanda-tanda nubuwwah, sebab beliau mengkhabarkan perkara-perkara yang akan terjadi, dan perkara-perkara yang beliau khabarkan itu benar-benar terjadi, khususnya di zaman ini" ) Fathul Baari juz: 1 hal: 179.
Dari uraian keterangan di atas, tahulah anda bahwa rusaknya lima kepentingan utama -yang terjadi akibat diterapkannya hukum-hukum positip, yang tidak menjaga agama atau jiwa atau nasab atau akal ataupun harta- memberitahukan tentang rusaknya dunia. Adapun indikasi-indikasi kerusakan ini jelas terlihat di sebagian besar negeri-negeri yang diperintah dengan hukum-hukum positip.
Adapun syari`at yang suci datang untuk menjaga lima kepentingan ini, di antaranya ialah:
1_ Dalam menjaga agama: Syari`at datang membawa hukum-hukum yang menjamin atas penjagaan agama, antara lain ialah:
Wajibnya menuntut ilmu bagi setiap muslim (yakni ilmu yang fardhu `ain), dan bagi kaum muslimin pada umumnya (yakni ilmu yang fardhu kifaayah).
Wajibnya orang-orang awam meruju` kepada para ulama dalam perkara-perkara yang masih belum jelas mereka pahami, dan juga dalam fatwa-fatwa dan kasus-kasus kejadian yang menimpa mereka.
Wajibnya mengangkat Khalifah Islam, yang mana kewajiban pertama yang harus dikerjakannya adalah menjaga agama menurut prinsip-prinsipnya yang telah baku.
Wajibnya berdakwah menyeru manusia kepada Islam.
Wajibnya beramar ma`ruf dan nahi munkar.
Wajibnya berjihad di jalan Allah, dan jihad adalah memerangi orang-orang kafir, defensip dan ofensip.
Disyari`atkannya memerangi kaum Khawarij dan kaum Bughat.
Menetapkan prinsip-prinsip wala` dan Barro`, sehingga orang kafir atau munafik atau ahli bid`ah tidak bisa bercampur gaul dengan kaum muslimin dan merusak agama mereka.
Menghukum orang yang murtad dari agamanya.
Membuka pintu taubat bagi ahli maksiat hingga datang sekarat.
2__ Dalam menjaga jiwa, syari`at datang:
Mensyari`atkan hukum qishash dalam kasus pembunuhan yang disengaja, Allah Ta`ala berfirman: (ولكم في القصاص حياة) "Dan dalam (hukum) qishash itu terdapat (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian" (Qs AlBaqarah 179)
Mensyari`atkan diyat dalam kasus pembunuhan yang tak disengaja dan perusakan selain nyawa.
Mensyari`atkan Daf`ush Shaa`il `alan nafs "Menolak serangan yang mengancam keselamatan jiwa".
Mensyari`atkan hukum had bagi perampok.
Membolehkan berobat dari sakit.
Mengharamkan setiap perkara yang membahayakan kesehatan, bahkan mengharamkan "Jallaalah", yakni binatang sembelihan yang makanannya adalah bangkai dan kotoran manusia sehingga binatang itu bersih.
3__ Dan dalam menjaga akal, syari`at datang:
Mengharamkan minum khamer dan setiap yang memabokkan dan membius kesadaran akal.
Mewajibkan hukuman had bagi peminumnya.
Menutup setiap sarana perantaraan yang mendorong kepada pengkomsomsian khamer, yakni mengharamkan pembuatannya dan pengangkutannya serta perdagangannya.
Mengharamkan setiap yang membahayakan kesehatan.
4__ Dan dalam menjaga nasab, syari`at datang:
Mengharamkan zina dan mewajibkan hukum had di dalamnya, berupa pencambukan, atau pengasingan atau rajam.
Menutup setiap sarana perantaraan zina: Yakni mendorong pernikahan, memperbolehkan nikah dengan budak wanita bagi seseorang yang takut berzina, mewajibkan hijab atas wanita dan mengharamkan mereka dari melunakkan suara saat bicara, mewajibkan kaum lelaki dan kaum wanita untuk merendahkan pandangan mata dan untuk meminta idzin (kalau hendak masuk rumah orang), mengharamkan berkhalwat (menyepi berduaan) dengan wanita ajnabi saat tinggal di rumah dan saat bepergian, membolehkan thalak dan khulu` bagi orang yang akan terancam bahaya apabila terus melanjutkan hubungan pernikahan.
Mewajibkan `iddah bagi kaum wanita yang ditinggal suaminya dengan sebab thalak atau khulu` atau kematian, supaya air mani bekas suami tidak bercampur dengan air mani lelaki lain dalam rahimnya untuk menjaga keturunan, sedangkan ` iddah ini tidak dipraktekkan pada masa jahiliyah sebelum Islam.
5__ Dalam menjaga kehormatan, syari`at datang:
Mewajibkan had qadhaf bagi orang yang menuduh orang lain berzina tanpa menghadirkan empat orang saksi.
Mengharamkan ghibah dan at-tanaabuzu bil alqaab (panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk).
Memerintahkan kaum muslimin untuk menjauhi tempat-tempat yang bisa mendatangkan tuduhan dan syubhat, sebagaimana sabda Nabi Saw: (فمـن اتقـى الشبـهات فقـد استبـرأ لدينـه وعرضه) "Barangsiapa yang berhati-hati dari/meninggalkan syubhat, maka sesungguhnya dia telah membuat bersih agama dan kehormatannya" Hadits Muttafaqqun `alaih.
6__ Dan dalam menjaga harta, syari`at datang:
Mengharamkan "Mencuri" dan mewajibkan hukum had bagi pencuri.
Mengharamkan riba dan menutup setiap pintu perantaraannya. Oleh karena di dalamnya ada unsur memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Mengharamkan "Memalsu dan menipu" dalam jual beli, oleh karena di dalamnya ada unsur memakan harta dengan cara yang batil.
Mengharamkan ghashab (mengambil milik orang lain dengan cara paksa) dan mengharamkan mencari nafkah dari yang haram atau dari hasil-hasil faedah yang diharamkan.
Mensyari`atkan penulisan akad-akad perjanjian dan hutang-hutang serta mendatangkan saksi atasnya untuk memberi perlindungan terhadap hak milik.
Mengharamkan perbuatan "Menghambur-hampurkan harta dan menggunakan harta itu tanpa alasan yang benar" atau menyerahkan penguasaan harta itu kepada orang-orang bodoh.
Mensyari`atkan "Perwalian atas harta" bagi anak yang belum baligh.
Mensyari`atkan "pembagian harta warisan" menurut kadar bagian yang sudah ditentukan kepada para pemilik haknya, dan mengharamkan "perbuatan zhalim" di dalamnya.
Mewajibkan zakat, mendorong shadaqah dan mewajibkan pemberian nafkah kepada karib kerabat, agar supaya tangan-tangan orang fakir tidak menyentuh harta milik orang-orang kaya, yakni dengan jalan mencuri atau menjarahnya.
Ringkasnya, tiada satu perkara yang bisa menjaga harta dan mencegah pengambilannya atau mencegah penggunaannya tanpa alasan yang hak melainkan syari`at pasti datang memerintahkannya.
Bisa dilihat bahwa kejahatan-kejahatan yang bisa merusak agama atau menimbulkan kerusakan besar terhadap ajaran-ajaran agama, maka sanksi hukumannya telah ditentukan dalam syari`at, dan ia tidak meninggalkan ruang sama sekali bagi ijtihad. Sanksi hukuman yang dimaksud adalah hukum hudud:
Untuk menjaga agama: maka disyari`atkan hukum had bagi orang yang murtad.
Untuk menjaga jiwa: maka disyari`atkan hukum had bagi perampok (yang membunuh) dan disyari`atkan hukum qishash.
Untuk menjaga akal: maka disyari`atkan hukum had bagi peminum khamer.
Untuk menjaga nasab dan kehormatan: maka disyari`atkan hukum had bagi pezina dan hukum had qadzaf (menuduh seseorang berzina tanpa bukti) .
Untuk menjaga harta: maka disyari`atkan hukum had bagi pencuri dan hukum had bagi perampok.
Jadi hukum had itu disyari`atkan untuk menjaga lima kepentingan utama ini dan memberi sanksi hukuman kepada orang yang berbuat aniaya di dalamnya. Sebab tegaknya agama dan dunia adalah dengan menjaga lima kepentingan utama tersebut. Khususnya dengan banyaknya faktor-faktor pendorong dan potensi-potensi di dalam diri manusia untuk melakukan perbuatan aniaya di dalamnya. Nafsu sexual yang ada pada diri manusia mendorongnya untuk melakukan perbuatan aniaya yang bisa merusak nasab dan kehormatan, dengan zina. Nafsu tamak kepada harta mendorongnya melakukan perbuatan aniaya terhadap harta milik orang lain, dengan jalan mencuri atau merampok. Nafsu kemarahan dalam diri manusia mendorongnya untuk melakukan perbuatan aniaya terhadap nyawa orang lain, dengan membunuh dan melukai. Sifat sombong yang ada dalam diri manusia mendorongnya untuk kafir dan murtad serta berbuat aniaya terhadap orang lain, dengan memfitnah atau yang lain. Oleh karena sanksi-sanksi hukuman yang ada dalam hukum-hukum positip tidak bisa mencegah (mendatangkan efek jera), maka para pelaku kriminal berani melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap lima kepentingan utama ini. Maka dari itu, kamu dapati manusia yang hidup di lingkungan masyarakat yang diperintah dengan hukum-hukum thaghut lagi batil ini, tidak memperoleh rasa aman terhadap keselamatan jiwa mereka atau kehormatan mereka atau harta mereka.
Adapun kejahatan-kejahatan di luar itu yang tidak menimbulkan bahaya kerusakan besar terhadap agama dan dunia, maka sanksi hukumannya tunduk menurut ketentuan ijtihad, yaitu hukum-hukum ta`ziir. Hukum ta`ziir ditentukan menurut kadar yang bisa menolak kerusakan, kendatipun berupa hukuman mati, sebagaimana hukum ta`ziir seperti ini pernah dipraktekkan oleh Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah. Itu bisa dilihat dalam kitabnya "As Siyaasah Asy Syar`iyyah", dan juga dalam kitabnya "Majmuu` Fatawa" jilid: XXVIII.
Ringkas kata, syari`at Islam datang membawa kebaikan dunia dan akherat bagi manusia. Ia datang membawa keamanan, ketenangan, kesucian dan rahmat bagi mereka. Ia datang pada mereka untuk menjaga maslahat-maslahat duniawi dan ukhrawi mereka. Dengan mengetahui hal ini, maka anda akan tahu sejauh mana kejinya kejahatan para penguasa pembuat kerusakan; yang mengharamkan kaum muslimin beroleh kenikmatan berhukum dengan syari`at Allah; dan memerintah mereka dengan hukum-hukum kafir sebagai gantinya. Yakni, hukum-hukum kafir yang merusak agama dan dunia manusia.
Keterangan di muka, semuanya menjelaskan bahwa hukum-hukum syari`at bisa memenuhi dan menjawab berbagai persoalan hidup manusia hingga hari kiamat, dan mampu mewujudkan maslahat-maslahat duniawi dan ukhrawi mereka. Masalah ini berhubungan erat dengan Tauhid Rububiyah, dan berhubungan dengan ilmu tentang Asma-asma Allah dan sifat-sifat-Nya --seperti sifat ilmu, hikmah, adil dan rahmat-- dan efek-efek pengaruh dari sifat-sifat ini dalam syari`at-Nya yang telah Dia syari`atkan kepada hamba-Nya melalui lesan penutup para Nabi-Nya yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar